Penulis : P. Dedy.S
Ada norma-norma dan aneka aturan yang berasal dari adat istiadat daerah dan agama yang sedikit banyak membentuk dan mempengaruhi pola tingkah laku hidup kita, bahkan menjadi kebiasaan sehari-hari seperti: cuci tangan, rasa hormat dan lain-lain. Semuanya itu untuk menjaga agar pola tingkah laku kita menjadi lebih tertata. Namun jangan sampai semuanya ini mendangkalkan iman dan daya kreativitas.
Ada ungkapan yang mengatakan “manusia untuk peraturan atau peraturan untuk manusia?” Memang tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memerlukan peraturan dengan tujuan, agar setiap manusia mampu menghargai manusia yang lain, tidak bertindak semena-mena dan sewenang-wenang. Dapat dibayangkan, betapa liarnya manusia apabila di tengah kehidupan bersama tidak memberlakukan peraturan. Ini bukan mengartikan bahwa manusia haruslah hidup untuk peraturan, melainkan bagaimana manusia itu menjalankan hidupnya sambil mengikuti aturan yang ada demi kelangsungan hidup bersama. Namun jangan sampai manusia terjerat oleh aturan, sehingga menghalangi perbuatan baik yang seharusnya dilakukan. Dalam realita memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak orang menjadi berdalih dengan mengatas-namakan kebaikan dan kebenaran, padahal sesungguhnya tindakannya hanyalah usaha untuk menghindari peraturan.
Bagi Yesus, kenajisan bukan masalah bersih secara fisik saja, melainkan lebih ke dalam isi hati, perkataan, pikiran dan perbuatan. Percuma orang membersihkan bagian luar yang nampak di mata, karena sewaktu-waktu dapat menjadi kotor kembali. Bagian dalam diri kita haruslah mendapatkan tempat utama dan sama halnya dengan bagian luar yang juga perlu dijaga kebersihannya.
Kalau kita berani menengok ke dalam hati dan diri sendiri, mari kita lihat sudah berapa banyak kesalahan dan dosa yang dilakukan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan? Apa yang timbul dan keluar dari pikiran, perkataan dan perbuatan masih cenderung menyesatkan diri kita, bukan mengarahkannya kepada Allah. Inilah yang lebih menajiskan diri kita, bahkan menjadi penghalang hidup antara diri kita dengan Allah sendiri.
Sadar atau tidak di dalam hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kerap kali mendatangkan kotoran akibat dosa dan salah, yang timbul akibat adanya keinginan dan dorongan-dorongan yang bukan pada tempatnya, bahkan tidak terarah dengan baik. Maka perlu dibersihkan dan disucikan melalui pertobatan. Jika hal ini tidak segera disadari, disesali, dimohonkan tobat dan dibenahi dapat mengakibatkan diri kita menjadi jauh dengan Allah.
Apabila kita tidak kembali ke dalam hati dan melakukan introspeksi diri, maka kita akan menjadi seperti apa yang Yesus katakan bahwa iman yang diungkapkan hanyalah di bibir semata, padahal hati sesungguhnya jauh dari kasih dan kemurahan hati Allah. Ini bukan berarti kita harus menentang dan melanggar norma dan aturan yang berlaku di adat istiadat, justru kita harus berani menjadi manusia yang fleksibel terhadap aneka aturan itu tanpa membuat dalih dengan mengatas-namakan kebaikan dan kebenaran.
Tidak begitu susah mengikuti aturan dan kebiasaan yang berlaku, namun apakah kita juga mempunyai kebiasaan dalam menjalani kedekatan dengan Allah sendiri? Apakah kita juga terbiasa mendengarkan Tuhan bersabda dan menyimpan sabda itu di dalam hati dan diri kita bahkan melaksanakan sabda itu sendiri ? Apakah kita juga terbiasa membersihkan diri dan hati dari segala hal yang menajiskan hati, pikiran, perkataan dan perbuatan? Mari kita hidup lebih suci dan mulia di hadapan Allah dari hari ke hari, dari waktu ke waktu supaya Allah berkenan kepada kita.