Penulis : P. Dedy. S
PEMBASUHAN KAKI
Perayaan Kamis Putih bukan hanya perayaan akan kenangan terakhir Yesus bersama dengan para murid, melainkan juga melanjutkan tradisi yang harus dilakukan turun temurun. Salah satu warisan tradisi yaitu PEMBASUHAN KAKI. Yesus sendiri mengatakan “Jadi jikalau Aku Tuhan dan Gurumu membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu ” (Bdk. Yoh 13:14).
Salah satu dokumen gereja yang menyebutkan tentang pembasuhan kaki adalah Dokumen yang menuliskan ketentuan perayaan yang terkait dengan Paskah, yang disebut Paschales Solemnitatis, yang dikeluarkan oleh Congregation of Divine Worship (Kongregasi Penyembahan Ilahi), 1988 : “51. Pencucian kaki dari para laki-laki dewasa yang terpilih, menurut tradisi, dilakukan pada hari Kamis Putih, untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, yang telah datang “bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.” Mengapa harus laki-laki yang melakukan pembasuhan kaki ? Tentu hal ini berkaitan dengan tradisi para rasul yang semuanya adalah kaum lelaki. Apalagi Gereja masih menerapkan sistem patriarkal (mengutamakan laki-laki).
Dengan demikian, nampaknya pembasuhan kaki memang memiliki arti yang sama luasnya dengan mengenangkan kembali peristiwa kurban Tubuh dan Darah Kristus dengan mengucap syukur/ berkat, memecah-mecah roti dan membagi-bagikan roti tersebut, yang terjadi oleh perkataan konsekrasi dalam perayaan Ekaristi. Sedangkan tentang pembasuhan kaki penekanannya tidak untuk menghadirkan kembali peristiwa itu, tetapi untuk memberikan teladan pelayanan dan kasih Kristus. Peristiwa pembasuhan kaki juga memberi makna pembersihan diri dari setiap langkah yang menyesatkan diri kita. Mengapa harus kaki? Sebab kakilah yang lebih banyak mengarahkan perjalanan hidup kita termasuk jalan yang kita tempuh. Maka setelah dibersihkan dari dosa, kita diundang untuk turut serta dalam perjamuan Tuhan.
PENGHORMATAN SALIB
Pada perayaan Jumat Agung, Gereja Katolik mengadakan upacara penghormatan Salib Kristus. Penghormatan tidaklah sama dengan penyembahan. Penghormatan Salib pada perayaan Jumat Agung bukan praktek berhala, karena yang dihormati bukan salib itu, tetapi pengorbanan Kristus yang tersalib, demi menebus dosa-dosa kita. Sesuai dengan Surat Rasul Paulus, “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain dari Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (Bdk. I Kor 2:2). Itulah sebabnya, meng- apa salib di Gereja Katolik menyertakan tubuh ( corpus ) Kristus, yang disebut sebagai Crucifix, yang artinya Seseorang yang disalibkan.
Selama masa Prapaskah, Gereja mengajak seluruh umat untuk merenungkan peristiwa iman yaitu Allah Bapa yang mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia untuk menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Kasih-Nya kepada kita mencapai puncaknya pada Jumat Agung, saat Yesus mengorbankan diri-Nya dengan wafat di kayu salib untuk menyelamatkan umat manusia. Dari sinilah, seluruh berkat dari Allah mengalir, dan Roh Kudus tercurah kepada umat-Nya. Jadi, kita melihat bahwa tanpa peristiwa Jumat Agung tidak akan ada kebangkitan Kristus atau Minggu Paskah. Untuk inilah salib menjadi tanda kemenangan dan kekuatan Allah (Bdk. I Kor 1:18). Penghormatan salib Kristus dalam Jumat Agung dimulai sekitar abad ke-4 di Yerusalem, sampai sekarang.
Kita tidak dapat merayakan dan menekankan Kebangkitan Kristus tanpa merenungkan sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Jadi penghormatan salib berakar dari tradisi. Penghormatan ini haruslah menjadi ungkapan hati terhadap Yesus yang terlebih dahulu mengasihi kita. Apakah dalam perayaan Jumat Agung, kita boleh menghormati Kristus tanpa mencium salib? PENGHORMATAN SALIB TIDAKLAH HARUS MENCIUM, CUKUP DENGAN MENGANGGUKKAN KEPALA. Semua penghormatan yang kita lakukan tidak sebanding dengan yang seharusnya diterima oleh Yesus. Pada saat menghormati salib Kristus, kita mensyukuri rahmat kasih-Nya yang tak terbatas, yang telah menyelamatkan kita. Kita mensyukuri kasih-Nya yang terbesar, sebab tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabat-Nya (Bdk. Yoh 15:13). Penyerahan diri ini nyata terlihat dari Kristus yang tersalib. “Tuhan Yesus, terima kasih atas pengorbanan-Mu di kayu salib bagiku. Bantulah aku untuk bersama Rasul Paulus, mengatakan ini dengan iman: Aku telah disalibkan dengan Engkau. Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Engkau yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Engkau, yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Mu untuk aku. ” (Bdk. Gal 2:19-20)
MAKNA DI BALIK PERAYAAN LILIN PASKAH
Lilin merupakan salah satu sarana penerangan ketika di tempat kita berada, dilanda kegelapan, sehingga kegelapan itu dapat dihalau. Kegelapan bukan hanya menyelimuti daerah sekitar kita, diri kitapun kerap kali juga dilanda kegelapan akibat salah dan dosa. Maka kita butuh penerang yang dapat menghalau kegelapan hidup kita, siapa lagi kalau bukan Allah sendiri yang menjelma dalam diri Yesus Tuhan kita.
Upacara LILIN PASKAH MERIAH pada SABTU SUCI mengingatkan kita akan peran Allah dalam membebaskan dan membimbing bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Terjanji. Walaupun Israel kerap kali terjatuh ke dalam kegelapan dosa, namun Allah tetap setia hadir MENERANGI jalan hidup mereka. Apa yang dialami bangsa Israel juga sering kita alami, ternyata salah dan dosa masih saja mengintip dan berusaha menjatuhkan kita ke dalam dosa. Kita terjatuh karena kegelapan mata dan hati sudah membutakan diri kita. Maka tidak ada yang sanggup membebaskan kita kalau bukan berharap TERANG yang berasal dari Allah sendiri.
Perayaan LILIN PASKAH menjadi kesempatan bagi kita untuk merenungkan kembali arti penderitaan, wafat dan penantian Yesus bangkit dari antara orang mati untuk membawa keselamatan bagi semua orang. Dia hadir sebagai TERANG PENGHALAU SEGALA KEGELAPAN MATA DAN HATI. Dia datang mengentaskan diri kita dari kuasa kegelapan dosa ke dalam terang abadi bersama-Nya. Oleh karena itu umat perlu menyambut-Nya dengan gembira dan penuh sukacita. Karena kita diterangi oleh terang yang berasal dari Allah, maka tugas kita haruslah menjaga agar terang yang kita peroleh tetap bernyala mulai dari keluarga. Pemercikan air suci yang disertakan dalam perayaan ini mengingatkan kita akan janji baptis dan tugas orang yang dibaptis yaitu kita harus mampu menjadi TERANG dimanapun kita berada.
No comments:
Post a Comment