Penulis : P. Dedy.S
Sumber: Markus 7:1-8a.14-15.21-23
Seperti halnya agama-agama yang ada di dunia ini memiliki sumber imanya, demikian pula sebagai umat Katolik, kita mempunyai sumber untuk pertumbuhan iman kita. Salah satu sumber itu adalah Kitab Suci. Kitab Suci yang kita miliki bukan hanya berisi sejarah tentang lahir dan terbentuknya bangsa Israel sebagai bangsa terpilih oleh Allah, melainkan juga sejarah keselamatan seluruh bangsa berkat kedatangan Yesus Kristus. Karena itu Kitab Suci disebut BUKU IMAN.
Sebagai BUKU IMAN, Kitab Suci berisi WARTA SUKACITA yang berasal dari Allah yang berusaha mencintai kita dengan membawa KABAR KESELAMATAN di dalam dan bersama dengan Yesus Kristus. Oleh karena itu Kitab Suci disebut juga SABDA ALLAH. Dengan membaca kitab suci berarti diri kita turut dalam mendengarkan Tuhan bersabda. Di dalam sabda-Nya, Tuhan memperkenalkan diri-Nya, Allah mewahyukan Diri. Yesus sendiri adalah Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Maka, setiap kali kita membaca Kitab Suci sama halnya kita berjumpa dengan Yesus sendiri.
Kitab Suci bukanlah langsung turun dari langit, Kitab Suci itu ditulis oleh manusia yang dalam hal ini disebut para rasul. Namun ketika menuliskan setiap Sabda itu bukan secara asal-asalan, melainkan dibimbing langsung oleh Roh Kudus. Dengan demikian, apa yang tertuliskan bukanlah semata-mata hasil daya pikir para rasul, melainkan hasil dari pewahyuan Allah. Allah yang menghendaki Sabda itu sampai kepada semua orang tanpa terkecuali. Semunya itu dilakukan Allah agar setiap manusia mengenal-Nya dan berbakti hanya kepada-Nya saja.
Ketika Sabda itu dituliskan, para rasul menuliskannya dengan pavirus di atas daun lontar atau kulit binatang, karena pada waktu itu belum dikenal teknologi kertas. Maka dapat dibayangkan seberapa banyak mereka harus menuliskannya, apabila dibandingkan dengan Kitab Suci yang sekarang sudah dapat kita miliki yang sudah berasal dari teknologi kertas. Itupun belum tentu kita menyentuh, membuka dan membacanya. Kalau ketiga hal tersebut belum terlaksana, bagaimana mungkin kita dapat menjadi pelaksana Sabda. Mungkin di antara kita sudah membacanya,namun belum tentu kita mengambil peran sebagai pelaksana Sabda itu sendiri.
Kitab Suci tidak cukup hanya dibaca, segala apa yang tersabdakan dalam Kitab Suci perlu kita laksanakan. Sebab di dalamnya kita dapat menemukan kebijaksanaan untuk menjalani hidup. Melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan itu sesungguhnya Allah mau menyertai dan menuntun hidup kita sampai akhir jaman. Sehingga hidup kita di dunia ini bukan melulu membuat kita hidup semata-mata hanya duniawi, melainkan mengantar kita kepada JALAN KESELAMATAN. Oleh karena itu di dalam sabda-Nya, Allah memberikan segenap perintah dan segala hukum-hukum-Nya yang bertujuan membuat diri kita menjadi tertata sesuai dengan kehendak dan rencana Allah (Bdk, Ulangan 4:1-2.6-8).
Sebagai dasar hidup kita, Sabda Allah telah ditaburkan di dalam diri dan hati kita, terutama saat diri kita dibaptis. Pada saat itulah awal keselamatan sudah ditawarkan kepada kita melalui Gereja-Nya. Maka, agama dan peraturannya bukanlah sebuah formalitas lahir belaka, bukan pula suatu bentuk pemikiran, melainkan sungguh menjadi akar kehidupan dengan mentaati sabda-Nya. Karena itulah kita diharapkan hidup menjadi pelaksana sabda bukan cuma pembaca sabda (Bdk, Yakobus 1:17-18.21b-22.27).
Sebagai pelaksana sabda, kita akan sering pula mengalami keterbenturan dengan berbagai aturan dan norma yang berlaku di tengah masyarakat termasuk masalah najis dan tidak najis. Namun, apabila kita berpegang kepada sabda Tuhan dan mengikuti segala perintah-Nya bahkan membatinkan sabda itu, maka Allah akan memberikan kebijaksanaan tersendiri dalam menghadapi norma dan hukum yang berlaku, sehingga diri kita dijauhkan dari segala kemunafikan dan dipindahkan ke dalam hidup yang dituntun oleh Roh dan Kebenaran (Bdk, Markus 7:1-8a.14-15.21-23).
Sebagai BUKU IMAN, Kitab Suci berisi WARTA SUKACITA yang berasal dari Allah yang berusaha mencintai kita dengan membawa KABAR KESELAMATAN di dalam dan bersama dengan Yesus Kristus. Oleh karena itu Kitab Suci disebut juga SABDA ALLAH. Dengan membaca kitab suci berarti diri kita turut dalam mendengarkan Tuhan bersabda. Di dalam sabda-Nya, Tuhan memperkenalkan diri-Nya, Allah mewahyukan Diri. Yesus sendiri adalah Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Maka, setiap kali kita membaca Kitab Suci sama halnya kita berjumpa dengan Yesus sendiri.
Kitab Suci bukanlah langsung turun dari langit, Kitab Suci itu ditulis oleh manusia yang dalam hal ini disebut para rasul. Namun ketika menuliskan setiap Sabda itu bukan secara asal-asalan, melainkan dibimbing langsung oleh Roh Kudus. Dengan demikian, apa yang tertuliskan bukanlah semata-mata hasil daya pikir para rasul, melainkan hasil dari pewahyuan Allah. Allah yang menghendaki Sabda itu sampai kepada semua orang tanpa terkecuali. Semunya itu dilakukan Allah agar setiap manusia mengenal-Nya dan berbakti hanya kepada-Nya saja.
Ketika Sabda itu dituliskan, para rasul menuliskannya dengan pavirus di atas daun lontar atau kulit binatang, karena pada waktu itu belum dikenal teknologi kertas. Maka dapat dibayangkan seberapa banyak mereka harus menuliskannya, apabila dibandingkan dengan Kitab Suci yang sekarang sudah dapat kita miliki yang sudah berasal dari teknologi kertas. Itupun belum tentu kita menyentuh, membuka dan membacanya. Kalau ketiga hal tersebut belum terlaksana, bagaimana mungkin kita dapat menjadi pelaksana Sabda. Mungkin di antara kita sudah membacanya,namun belum tentu kita mengambil peran sebagai pelaksana Sabda itu sendiri.
Kitab Suci tidak cukup hanya dibaca, segala apa yang tersabdakan dalam Kitab Suci perlu kita laksanakan. Sebab di dalamnya kita dapat menemukan kebijaksanaan untuk menjalani hidup. Melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan itu sesungguhnya Allah mau menyertai dan menuntun hidup kita sampai akhir jaman. Sehingga hidup kita di dunia ini bukan melulu membuat kita hidup semata-mata hanya duniawi, melainkan mengantar kita kepada JALAN KESELAMATAN. Oleh karena itu di dalam sabda-Nya, Allah memberikan segenap perintah dan segala hukum-hukum-Nya yang bertujuan membuat diri kita menjadi tertata sesuai dengan kehendak dan rencana Allah (Bdk, Ulangan 4:1-2.6-8).
Sebagai dasar hidup kita, Sabda Allah telah ditaburkan di dalam diri dan hati kita, terutama saat diri kita dibaptis. Pada saat itulah awal keselamatan sudah ditawarkan kepada kita melalui Gereja-Nya. Maka, agama dan peraturannya bukanlah sebuah formalitas lahir belaka, bukan pula suatu bentuk pemikiran, melainkan sungguh menjadi akar kehidupan dengan mentaati sabda-Nya. Karena itulah kita diharapkan hidup menjadi pelaksana sabda bukan cuma pembaca sabda (Bdk, Yakobus 1:17-18.21b-22.27).
Sebagai pelaksana sabda, kita akan sering pula mengalami keterbenturan dengan berbagai aturan dan norma yang berlaku di tengah masyarakat termasuk masalah najis dan tidak najis. Namun, apabila kita berpegang kepada sabda Tuhan dan mengikuti segala perintah-Nya bahkan membatinkan sabda itu, maka Allah akan memberikan kebijaksanaan tersendiri dalam menghadapi norma dan hukum yang berlaku, sehingga diri kita dijauhkan dari segala kemunafikan dan dipindahkan ke dalam hidup yang dituntun oleh Roh dan Kebenaran (Bdk, Markus 7:1-8a.14-15.21-23).
No comments:
Post a Comment