TIDAK AKAN PERNAH SENDIRIAN

MINGGU BIASA VIII TAHUN A-1

Sebagai manusia normal, sangatlah wajar apabila ada berbagai kecemasan dan aneka kekwatiran di dalam perasaan diri kita. Ada banyak sebab mengapa timbul perasaan tersebut. Ketika semua perasaan itu muncul, pikiran yang timbul akan cenderung mengatakan bahwa Allah telah lupa, seolah menjauhi diri kita. Pertanyaannya apakah faktanya sungguh benar? Tentu saja tidak. Dalam kondisi apapun Tuhan tidak pernah meninggalkan diri kita sebatang kara (lihat. Yesaya 49:14-15). Kalau dari sisi manusia, bisa saja terjadi. Banyak hal yang membuat diri kita dijauhi oleh sesama; bisa masalah intern, bisa juga ekstern. Siapa yang tahu persoalannya, ya tentu diri kita sendiri.

Dalam kondisi dan situasi apapun, niat baik perlu dimiliki setiap orang untuk menciptakan energi positif dalam diri. Dengan energi positif tersebut, diri kita akan dijauhkan dari sikap menghakimi. Sebaliknya, diri kita akan diperkaya dengan harapan dan pujian dari Allah. Karena ternyata, diri kita mampu lulus dari ujian yang datang dari Allah, berkat keteguhan hati dalam segala situasi dan kondisi (lihat. I Korintus 4:1-5).

Manusia perlu belajar dari alam. Bunga, tanaman, pohon-pohon dan hewan yang berkeriapan di bumi sama sekali tidak pernah merasa kwatir dan cemas akan hidupnya. Bukan berarti mereka tidak memiliki perasaan; mereka sama dengan manusia, juga memiliki perasaan. Yang membuat mereka mampu bertahan dalam kondisi dan situasi apapun, karena mereka berserah diri kepada Allah dan segala kehendak-Nya. Lalu manusia yang dikatakan sebagai makhluk paling bijak dan sempurna, mengapa harus kwatir dan cemas? Kalau memang perasaan itu ada dalam diri manusia, maka manusia harusnya melakukan internalisasi diri dan bertanya “ada apa denganku?” ”Dimanakah imanku akan Allah?” “Mengapa aku merasakan Allah begitu jauh, tidak lagi imanen?” Kalau sudah menemukan jawabannya, mari kita mensyukuri segala pemberian Allah yang pada saat ini disediakan bagi kita, sebab Allah tak pernah sedikitpun meninggalkan diri kita; sekalipun saat itu sulit (lihat. Matius 6:24-34). (P.Dedy.S)