Setiap orang dipanggil ke dalam tugas perutusan. Panggilan itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu panggilan umum dan panggilan khusus. Panggilan umum dialami oleh siapapun, namun panggilan khusus hanya ditujukan ke pribadi-pribadi tertentu. Apapun bentuk panggilan yang diterima, semuanya berasal dari satu sumber yakni Allah sendiri. Melalui kedua jenis panggilan itu, semua orang diajak mengalami kesucian hidup. Ada yang beranggapan bahwa kesucian hidup hanya milik kaum tertahbis; Hal ini tidak benar adanya; semua orang dapat mencapai kekudusan hidupnya sesuai pula dengan panggilan yang dipilih dan dijalaninya. Inti dari sebuah panggilan mengarah kepada perutusan yakni tugas KENABIAN atau pewartaan sabda Allah dan karya keselamatan. Tugas ini sudah kita dapatkan dan menjadi tanggungjawab kita sejak diri kita menerima pembaptisan. Restu keluarga tidak dapat dipandang sebelah mata beitu saja. Karena itu doa dan restu keluarga terutama orangtua dipandang perlu dalam menjalankan tugas panggilan. Namun jangan sampai karena alasan orangtua dan pekerjaan menjadi penghalang dalam panggilan dan perutusan. Orangtua merupakan simbol wakil Allah. Maka sebagai orangtua perlu membangun sikap lepas bebas dalam mengarahkan anaknya dalam meniti panggilan, apapun panggilannya (bdk. I Raja-Raja 19:16b.19-21).
Panggilan dan perutusan itu bersifat bebas dan merdeka, karena hanya diri kita sendiri yang menentukan kemana arah panggilan hidup kita masing-masing; bukan ditentukan oleh siapapun dan apapun. Setiap panggilan memiliki konsekuensinya masing-masing, maka apapun panggilan yang dijalankan harus berani kita pertanggungjawabkan dengan segala kesetiaan yang ada. Tidak sedikit di antara kita yang mencoba lari dari tanggungjawab karena terasa begitu berat konsekuensi yang harus ditanggung. Hal seperti ini kerap kali dialami bagi mereka yang tidak siap menjalani panggilan yang kita pilih. Tentu berbeda dengan mereka yang sejak semula memilih panggilan tersebut; merasa lebih siap dengan segala konsekuensi yang ada walau harus banyak pula mengalami jatuh bangun, bahkan kegagalan. Ketika semuanya itu berani kita hadapi dan tanggung, semuanya akan menjadi pembelajaran tersendiri. Di sinilah kita memperoleh kekuatan bersama dengan Allah berkat iman kita. Karena itu apapun yang terjadi kita harus tegar, teguh, sabar dan tetap membangun sikap kasih seperti halnya kita mengasihi diri sendiri, agar tidak terjatuh ke dalam perbudakan dosa (bdk. Galatia 5:1.13-15).
Syarat utama agar kita mampu bertekun dan ulet bahkan dikatakan layak serta pantas dalam meniti panggilan kepada kekudusan dan tugas Kenabian yaitu MEMBANGUN SIKAP TOTALITAS. Itu berarti kita berani melepaskan segala kemauan dan kepentingan diri sendiri, tidak lagi mengikuti rayuan dosa yang mematikan diri kita, dan dengan tegas maju terus tanpa menoleh ke belakang yang menjatuhkan diri kita kepada kelekatan duniawi dan motivasi yang tidak murni. Sikap setengah-setengah bukanlah sikap diri seorang yang dipanggil dan diutus. Sebab menjadi pribadi terpanggil perlu pengorbanan diri. Bukan mengorbankan yang lain demi kepentingan diri (bdk. Lukas 9:51-62). (P. Dedy.S)
No comments:
Post a Comment