MINGGU BIASA XXVIII TAHUN C 2016
Iman tidak cukup hanya dimengerti sebagai ungkapan percaya, tetapi juga sebagai tanda penyerahan diri ke dalam tangan dan kuasa Allah. Iman adalah keutamaan adikodrati yang mutlak perlu bagi keselamatan. Iman dianugerahkan secara cuma-cuma oleh Allah kepada manusia sebagai bentuk tanggapan atas wahyu-Nya. Apabila iman itu diterima, dirawat, dihidupi dan dilaksanakan, maka iman akan memiliki kekuatannya dan berbuah kebajikan. Allah menganugerahkan iman demi kebahagiaan manusia. Allah lebih mendengarkan permohonan hamba-Nya yang beriman. Melalui hamba-Nya tersebut, Allah berkenan menyatakan segala kebaikan-Nya. Allah menghendaki agar manusia tahu caranya bersyukur dan berterima kasih atas segala kebaikan-Nya (bdk 2 Raja-Raja 5:14-17).
Kualitas iman seseorang dapat dilihat dari caranya mengalami segala situasi; apakah dalam segala situasi tersebut seseorang masih mampu bersyukur? Sebagai tandanya, akan nampak dari caranya bertekun di dalam iman dan harapan, kesetiaannya di dalam suka dan duka serta menyatukan seluruh penderitaannya dengan penderitaan Kristus. Orang yang mampu menyatakan imannya seperti itu disebut hamba Allah (bdk. 2 Timotius 2:8-13).
Kecenderungan manusia selalu mengingat Tuhan ketika hidupnya dilanda derita lalu membutuhkan pertolongan-Nya. Lalu lupa bersyukur ketika kemujuran melandanya. Orang yang beriman dalam situasi dan kondisi apapun selalu mengingat Tuhannya dan hatinya selalu diliputi rasa syukur. Imannya itu dinyatakan di dalam segenap perbuatan sebagai bentuk kesaksian atas kebaikan dan belaskasih Allah. Ungkapan syukur dapat juga dinyatakan di dalam penderitaan. Di sanalah manusia diperkenankan mengalami penderitaan bersama Kristus. Ungkapan syukur yang diungkapkan kepada Allah harus pula dinyatakan kepada sesama, bukan dimiliki sendiri. Sebab ungkapan syukur salah satu dari bentuk pernyataan iman.
Kalau mau menerima segala kemujuran kenapa menolak kemalangan? Hendaknya dalam segala kemujuran dan aneka kemalangan, tetaplah bersyukur kepada Allah. Karena dengan kemalangan, Allah mengajari kita untuk mengingat-Nya dan belajar tentang hidup. Dengan kemujuran, kita diuji apakah tanggap dengan sesama dan lingkungan sekitar lalu kembali bersyukur kepada Allah dengan berbagi rasa syukur itu dengan sesama bukan untuk kepuasan diri sendiri. Karena sesungguhnya kemujuran maupun kemalangan itu datangnya dari Allah. Kalau selama ini kemujuran menghampiri diri kita, hendaknya rendah hati dan rela berbagi. Sebaliknya apabila kemalangan melanda, hendaknya tetap setia dan bertekun di dalam iman. Jika tidak, suatu saat Allah membalikkan segalanya. Dengan membalikkan akan membuat setiap manusia bertobat. (bdk. Lukas 17:11-19). (P. Dedy.S)
No comments:
Post a Comment