MINGGU BIASA XXIV TAHUN C 2016
Kalau ada perselisihan maka ada perdamaian kembali. Itulah yang dinamakan rekonsiliasi. Jurang pemisah bukan hanya terjadi pada hubungan manusia dan sesamanya saja, melainkan juga antara manusia dan Allah-nya. Putusnya hubungan antar manusia dapat disebabkan oleh berbagai hal; rata-rata dipicu oleh kesalahpahaman, hilangnya komunikasi, rasa mau menang sendiri, menyebarkan fitnah, mengadu domba, mengejar kehormatan dengan menghalalkan segala cara dan bersikerasnya diri kita terhadap pola pikir kita sendiri. Sedangkan putusnya hubungan manusia dengan Allah disebabkan oleh ketidaksetiaan, keangkuhan, dan kebebalan hati. Akibatnya terjadi jarak antara manusia dan Allah, manusia dan sesamanya. Semuanya itu dapat dipulihkan kembali dengan membangun kemauan dan niat rekonsiliasi (bdk. Keluaran 32:7-11.13-14). Hanya rekonsiliasi yang dapat memulihkan kembali keadaan yang menyebabkan terjadinya keterpisahan. Dengan rekonsiliasi semua mengalami damai yaitu damai dengan Allah dan damai dengan sesama. Kalau kedua sisi tersebut tidak mengalami rekonsiliasi yang terwujud di dalam perdamaian, maka hati kita sendiri tidak akan menuai damai.
Sekalipun manusia tidak setia kepada Allah dan membangun permusuhan dengan sesamanya, namun Allah tetap mengasihi semua manusia. Allah membalas ketidaksetiaan manusia dengan cinta bukan dengan hukuman. Sekalipun hukuman diberikan namun Allah tak pernah memperburuk keadaan manusia, justru Allah mau menunjukkan cinta-Nya kepada manusia. Hukuman itu berupa teguran agar manusia tersadar. Maka kembali ke dalam diri manusia sendiri, apakah manusia masih mampu melihat bukti cinta Allah sebagai tanda kerahiman-Nya. Jalan menuju keselamatan kekal tetap dibuka lebar bagi semua manusia tanpa pandang buluh. Rahmatpun masih tetap terus dilimpahkan. Bukti cinta Allah nampak dalam diri Yesus yang membentangkan tangan-Nya di salib untuk menjadi jembatan rekonsiliasi antara manusia dan Allah, manusia dan sesamanya. Yesus harus berkorban agar rekonsiliasi itu terjadi. Yesus ingin dunia ini diliputi kedamaian dan persaudaraan. Maka rekonsiliasi diperlukan demi tujuan tersebut. Karena tanpa rekonsiliasi, dunia tak pernah menemukan kedamaian. Pertobatan merupakan jalan menuju rekonsiliasi (bdk. 1Timotius 1:12-17).
Karena salah dan dosa, manusia terjauh dan hilang dari Allah dan sesamanya. Dengan pertobatan dan rekonsiliasi, manusia kembali kepada Allah dan sesamanya. Niat pertobatan dan rekonsiliasi timbul dari inisiatif manusia sendiri bukan Allah. Allah hanya mencari dan melihat apakah masih ada di antara manusia yang berkeinginan bersekutu dengan-Nya. Allah hanya bergembira dan bersukacita apabila melihat manusia memiliki keinginan dan kesadaran untuk bersatu dan bersekutu dengan-Nya. Persekutuan manusia dan Allah-nya nampak dalam persekutuan antara manusia dengan sesamanya. Karena Allah hadir dalam diri sesama. Maka kalau manusia mempunyai niat di dalam dirinya untuk melakukan rekonsiliasi dengan sesamanya, maka otomatis diri manusia itu juga menjalani rekonsiliasi dengan Allah sendiri. Kalau manusia melakukan rekonsiliasi dengan Allah, pertanda manusia merindukan dan mendambakan belaskasih Allah. Dengan melihat niat manusia saja, Allah sudah menunjukkan kerahiman-Nya. Apalagi kalau niat itu sungguh-sungguh diwujudnyatakan, maka Allah tidak akan pernah berhenti berbelaskasih. Itulah bukti kerahiman Allah (bdk. Lukas 15:1-32). (P. Dedy. S)
No comments:
Post a Comment