Hidup damai penuh dengan kesatuan dan persatuan merupakan dambaan semua orang. Seperti itulah suasana “Surga di bumi” atau Kerajaan Allah. Kerajaan Allah dan Kerajaan Surga itu sama artinya yaitu suasana damai dan persekutuan bersama dengan Allah yang hadir di antara kita atau “meraja”. Hanya penekanannya saja yang berbeda; Kerajaan Surga lebih ditekankan kepada kesatuan bersama dengan Allah dalam kehidupan yang akan datang. Sedangkan Kerajaan Allah lebih ditekankan pada aspek kehadiran Allah yang ada dan bersama perjalanan kita di dunia ini. Namun keadaan kelak pun dapat diwujudnyatakan di dalam kehidupan sekarang di bumi dengan mengusahakan kedamaian, kerukunan dan kesatuan antar sesama dan dengan segenap makhluk hidup (bdk. Lumen Gentium 3). Itulah tugas kita untuk mengajak semua orang mengalami kesatuan dan persatuan, sebab dengan tujuan tersebut Allah mewahyukan diri-Nya melalui Kitab Suci, Tradisi dan Ajaran Gereja (bdk. Yes 66:18-21). Dalam Doa Bapa Kami dengan sangat jelas berkali-kali kita serukan dengan mengatakan “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di dalam surga”. Keadaan ini tidak sekali jadi ketika kita memohonnya. Hal ini diperlukan tindakan konkret dari diri kita sendiri. Maka kita dapat bertanya apa usaha yang dapat kita lakukan dalam mewujudkannya? Kalau usaha itu sudah kita lakukan, maka Allah akan menggenapi dan menyempurnakan segalanya itu.
Keselamatan hidup bukan diperoleh dengan cara serba instant melalui pemenuhan kewajiban beragama saja, melainkan melalui segala daya upaya, jatuh dan bangun, susah dan derita tanpa disertai keputusasaan dan kehilangan harapan atau pesimistis. Sebaliknya dalam kondisi apapun tetap berpegang kepada ajaran Allah, berterima kasih kepada-Nya apabila kita mendapatkan teguran, peringatan, dan penyesahan; kesemuanya itu merupakan ganjaran sebagai tanda cinta kasih Allah dan jalan menuju kepada keselamatan abadi. Dari situ pula iman kita didewasakan untuk makin mengenal dan mengalami cinta kasih Allah (bdk. Ibrani 12:5-7.11-13). Para nabi, para rasul dan orang-orang kudus pun mengalami yang sama sebelum mereka mengalami keselamatan dan persekutuan bersama dengan Allah. Jalan dan pintu masuk yang mereka lalui tidak begitu mudah dan bukan pula secara instant. Mereka sungguh harus berjuang bahkan sampai meregang nyawa demi sebuah kebenaran. Namun mereka tidak takut dan pantang untuk mundur. Selama mereka bertekun di dalam jalan kebenaran, mereka yakin Allah akan tetap besertanya dalam kondisi dan situasi seburuk apapun. Kita pun patut meneladan mereka walau tidak sampai meregang nyawa. Keteguhan hati, kesetiaan, ketaatan dan penyerahan diri kepada Allah itulah yang patut kita teladani dari hidup mereka. Keutamaan itulah yang membuat mereka memperoleh keselamatan hidup abadi bersama dengan Allah.
Keselamatan itu diperuntukkan bagi semua orang tanpa pandang bulu terutama mereka yang beriman dan hidup sesuai dengan imannya. Karena orang yang beriman adalah orang yang tetap tekun dan berpegang teguh kepada ajaran Allah walau hidupnya diterpa apapun. Orang yang beriman adalah orang yang terus ulet dan optimis dalam kebaikan dan kebenaran. Orang yang beriman adalah orang yang dipenuhi dengan kesabaran hati dalam menjalani hidup terutama dalam meniti jalan menuju keselamatan abadi dan terjalinnya persekutuan dirinya dengan Allah kembali (bdk. Lukas 13:22-30). Tidak pernah ada kata terlambat bagi setiap orang yang mengalami salah jalan dan ingin kembali kepada jalan yang benar. Jalan menuju pintu keselamatan itu tetap akan terbuka bagi kita yang dengan kemauan sendiri berniat menuju ke sana. Allah akan tetap menanti dan selalu menyediakan tempat bagi kita untuk kembali menjalin persatuan dengan-Nya (P. Dedy. S)
No comments:
Post a Comment