Wednesday, January 4, 2017

APAKAH ALLAH BERANAK?

Yesus tidak pernah diperanakkan. Sebab Yesus itu Allah yang menjelma bukan diperanakkan. Kalau diperanakkan prosesnya melalui Consummatum atau pembuahan melalui kontak fisik. Sedangkan proses mengandungnya Maria tanpa disertai kontak fisik. Di sinilah kuasa Allah. Memang secara akal manusia, hal itu tidak mungkin. Tetapi bagi Allah, semuanya adalah mungkin. Apapun Allah bisa lakukan, tidak seperti manusia.
Ketika Yesus terlahir dan hidup di dunia, bukan berarti Allah meninggalkan pengaturan jagad raya. Kemahakuasaan Allah itu tidak sama dengan kemahakuasaan manusia. Dimana Allah berada, Allah bisa mengatur segalanya.

Kalau seorang manusia tidak bisa melihat kuasa Allah, maka diri manusia masih belum mengenal dan percaya di dalam imannya tentang siapa itu Allah dan segala kuasa-Nya.

A. KALAU TUHAN BERANAK, YANG JADI BIDANNYA SIAPA?

Kitab Suci memang tidak menuliskan kronologi lengkap, karena Kitab Suci lebih menekankan kehadiran dan karya Yesus. Otomatis mengesampingkan hal-hal yang tidak terlalu penting. 


1. Pendekatan Antropologi dan Psikologi

Ketika Maria hamil tua dan rasa sakit sudah tidak tertahankan lagi, seluruh tempat penginapan menolak. Keputusan jatuh pada pilihan tempat ternak yang tidak jauh dari kota. Sebagai lelaki tentu dominan dengan ratio, sehingga apapun dipikirkan dan dilogikakan. Tetapi ada juga lelaki yang perasaannya ikut dominan bahkan ada keseimbangan antara ratio dan perasaan. Dengan kondisi Maria yang hamil tua dan kesakitan; sebagai ratio lelaki, Yosef pasti ingin mencari orang untuk menolong. Tetapi sebagai perasaan, Yosef lebih memilih menjaga Maria dan bakal bayi Yesus daripada harus meninggalkan mereka. Inilah bentuk tanggung jawab seorang suami sejati. Yosef berada dekat dengan Maria dan menolong sejauh dirinya mampu menolong dan menyelamatkan sang jabang bayi. Inilah norma hidup berkeluarga yang sejati sebagai tanda mitra Allah (ikut terlibat dalam karya keselamatan). Karena itu keluarga dikatakan sebagai PERSEKUTUAN PEMBELA KEHIDUPAN. Apa yang dilakukan Yosef, justru harus dicontoh bagi para suami dan calon suami.

2. Pendekatan Sosiologi dan Teologi

Gembala tidak semuanya lelaki, ada pula wanita. Gembala lelaki umumnya mengembalakan kawanan ternaknya jauh dari kandang dan pulang dengan membawa makanan ternak. Sedangkan gembala wanita lebih banyak beraktivitas dekat kandang untuk menjaga kawanan muda yang masih membutuhkan susu dan perhatian. Baca kembali status saya tentang “Mengapa gembala mendapatkan pewartaan lebih dahulu”. Para gembala ini mendapatkan kunjungan dari malaikat dan disampaikan bahwa “Putera Manusia” akan dilahirkan. Gembala wanita otomatis langsung bergegas masuk di tempat Yosef, Maria dan bakal bayi Yesus. Karena posisinya lebih dekat, sebagai gembala wanita sudah tahu apa yang harus diperbuat untuk menolong kelahiran bayi Yesus seperti pesan malaikat. Jadi, dia bukan seorang bidan. Pertolongan yang dilakukan sebagai ungkapan sukacita dalam menyambut dan menerima kedatangan ALMASIH

Jadi, siapa bidan yang menolong? Jawabnya bisa Yosef sendiri, juga bisa seorang gembala wanita. Kelahiran dan kedatangan Yesus jauh lebih penting daripada siapa yang menolong proses kelahiran tersebut. Karena kelahiran dan kedatangan Yesus bagi semua orang dan semua bangsa, bukan suku atau golongan tertentu.

B. YESUS ANAK ALLAH?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertera cukup banyak istilah seperti: anak tangga, anak sungai, anak kunci dan lain-lain. Tetapi ungkapan “Anak Allah” tidak sama dengan ungkapan-ungkapan tersebut.
Secara umum, semua manusia di bumi disebut “Anak Allah” jikalau mereka membawa damai di bumi. Dari Kitab Kejadian sampai dengan Kitab Wahyu, berkali-kali kata “Anak Allah” disebutkan. Semuanya merujuk kepada manusia pembawa damai, bukan pertengkaran, kekacauan bahkan peperangan. Ungkapan yang sama juga disebutkan dalam kitab semua agama dan merujuk pada pemahaman yang sama yaitu pembawa damai. Maka, bertanyalah dalam diri sendiri “Kalau diriku belum membawa damai bagi sesama, pantaskah aku disebut anak Allah?”
Sebutan “Anak Allah” pada diri kita karena kita menyadari kedekatan relasi antara kita dan Allah. Tidak ada lagi jarak yang membentangkan antara kita dan Allah. Allah begitu dekat atau imanen bukan jauh atau transenden; Dia ada bersama dengan kita, maka tidaklah perlu berteriak-teriak untuk memanggil nama-Nya.
Secara khusus, Yesus tak pernah menyebut diri-Nya “Anak Allah”, melainkan “Anak Manusia” atau “Putera Manusia”. Sebutan Anak Allah berasal dari sebuah pengakuan:
  1. Pengakuan pertama diucapkan oleh iblis ketika mencobai Yesus dan yang merasuki 2 orang. Iblis saja mengakui, kenapa manusia tidak mau mengakui?
  2. Pengakuan kedua oleh orang-orang yang melihat mukjizat-Nya ketika di danau dan menghasilkan sejumlah besar ikan. Seorang di antara mereka mengatakan”Sesungguhnya Engkau Anak Allah”. Itupun sesudah mengalami mukjizat atau pengalaman bersama dengan Allah.
  3. Pengakuan ketiga oleh Petrus. Semua orang menyebut Yesus sebagai Elia baru, Musa baru dll. Tetapi Petrus atas bimbingan dan pengalaman tentang Allah, dia berani mengaku bahwa Yesus adalah Mesias, Putra Allah yang hidup.
  4. Pengakuan keempat oleh kepala pasukan ketika Yesus wafat dalam kondisi tersalibkan, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah”
Semua imam, para pemuka agama dan para ahli kitab tak satupun mengakui Yesus sebagai Anak Allah, justru menghujat-Nya. Karena mereka tidak mengalami perjumpaan dengan Allah dan segala kebaikan-Nya.
Yesus disebut Anak Allah karena: pertama, lahir dan melalui proses sama dengan manusia kecuali consummatum. Mulai dari kehamilan muda sampai tua, lahir, hidup layaknya manusia dan mengalami kematian. Kedua, diri-Nya berasal dari Allah dan jelmaan Allah bukan dari benih manusia yang sarat dengan nafsu birahi. (P. Dedy)

No comments:

Post a Comment