Penulis : P. Dedy. S
Sumber : Markus 1:29-39
Ketika seseorang mengalami penderitaan, sakit dan segala kepahitan pasti akan datang kepada Allah untuk memohon pelepasan dari semuanya itu. Namun, apa yang terjadi ketika semuanya itu berlalu atau tidak menimpah diri seseorang, adakah ingat dan timbul kemauan untuk datang kepada Allah walau hanya sekedar untuk bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya atas segala kebaikan dan kemurahan hati yang telah diberikan-Nya? Mungkin itulah yang menjadi kecenderungan dalam diri kebanyakan orang dan mungkin hal itu juga menjadi penyakit dalam diri kita.
Allah selama ini hanya menjadi tempat pelarian atas segala kerumitan, persoalan dan penderitaan. Seolah-olah kita melupakan-Nya ketika kemujuran menghampiri diri kita. Walaupun kita lupa akan Allah, namun sesungguhnya Allah tak pernah melupakan diri kita walau hanya selangkah saja. Allah selalu membayangi diri kita kemanapun kita pergi dan berada, hanya diri kita sajalah yang kerap kali tidak menyadari akan segala kehadiran-Nya, bahkan tidak menyadari akan segala keterlibatan-Nya dalam tugas keseharian diri kita.
Kalau kita sungguh manusia beriman, tentunya kita selalu sadar diri dan ingat akan Allah yang tak pernah meninggalkan kita walau dosa menghimpit diri kita. Maka sebagai manusia beriman semestinya kita senantiasa datang kepada-Nya di dalam keadaan untung dan malang. Walaupun sepanjang perjalanan hidup tidak pernah ditimpahkan kemalangan ataupun kesulitan di dalam diri kita, bukan berarti kita tak perlu datang kepada Allah. Justru dengan tidak ditimpahkannya kesulitan di dalam diri kita, sebenarnya Allah sangat mengasihi diri kita. Dengan keadaan mujur itu, kita diharapkan menjadikan hidup kita menjadi hidup yang penuh rasa syukur. Bukan hanya itu saja, dengan kemujuran yang diterima, kita mempunyai kewajiban untuk membagi kemujuran itu kepada banyak orang, agar setiap orang yang mengalami kemujuran itu turut serta mengalami kebaikan dan kemurahan hati Allah yang terjadi atas dirinya.
Sesungguhnya Allah bukanlah tempat pelarian, melainkan tempat awal dan akhir dari perjalanan hidup kita termasuk awal dan akhir dari segala aktivitas kita seharian. Hal ini semestinya disadari banyak orang, sebab di awal memulai aktivitas kita mengharapkan berkat dan rahmat Allah atas tugas dan aktivitas yang kita lakukan, sehingga ketika kesulitan tiba-tiba datang menghampiri, Allah tidak segan-segan datang menolong tepat pada waktunya tanpa kita meminta-Nya, sebab kasih Allah tiada batas. Demikian pula ketika kita mengakhiri segala aktivitas pada hari itu, alangkah baiknya kita pun datang sujud menyembah kepada-Nya sambil bersyukur dan memuji atas segala kebesaran rahmat-Nya yang telah menyertai selama seharian. Sebab tanpa kehadiran dan berkat kasih-Nya, sangatlah mustahil kita mampu menjalani hidup dan segala aktivitas sepanjang hari itu. Itulah mengapa Allah menjadi segala-galanya bagi diri dan hidup kita. Namun berapa persen dari sekian banyak manusia yang tersadarkan akan hal ini.
Kesadaran diri sangat diharapkan senantiasa tumbuh berkembang di dalam diri kita, terutama sadar bahwa Allah adalah segalanya bagi diri dan hidup kita. Karena hanya Allah yang tahu dan mengerti sepenuhnya diri kita. Pandangan mata-Nya selalu mengamati setiap gerak gerik diri kita. Ketika kita sakit dan menderita, tangan-Nya selalu terbuka menyambut kedatangan diri kita. Bahkan tidak segan-segan Allah datang melawati diri kita ketika ketidakmampuan melumpuhkan kita dari segala aktivitas. Pendengaran-Nya yang tajam selalu mendengarkan segala keluh kesah dan segala rintihan diri kita. Apakah yang menjadi kekurangan-Nya? Tidakkah Allah sudah melebihkan kemurahan hati-Nya untuk diri kita, tetapi mengapa kita masih cenderung melupakan-Nya, bahkan seolah tiada peduli akan kehadiran-Nya?
Sesungguhnya banyak cara dipakai Allah untuk menunjukkan segala kemurahan hati-Nya, lawatan-Nya, sapaan-Nya dan segala belaskasih-Nya. Allah dapat menggunakan tangan siapapun untuk mengulurkan berkat kasih dan rahmat-Nya, namun berapa dari diri kita yang sadar akan semuanya itu. Kecenderungan dalam diri manusia selalu pilah pilih untuk menerima uluran tangan. Padahal sesungguhnya Allah menggunakan setiap orang yang dipilih-Nya untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya. Maka marilah kita mulai membangun sadar diri akan kemurahan hati Allah ini yang senantiasa menjadi segala-galanya bagi diri dan hidup kita. Kapankah kita mau mulai kalau bukan mulai dari sekarang ini.
No comments:
Post a Comment