Penulis : P. Dedy. S
Sumber : Yohanes 15:9-17
Dari dahulu sampai kapanpun setiap orang selalu membicarakan tentang cinta dengan berbagai ragam masalahnya. Bahkan digambarkan atau disimbolkan. Sebenarnya dalam persoalan cinta, bukanlah cinta yang menjadi penyebab persoalannya, namun diri kita sendiri yang kurang memahami apa sejatinya cinta itu. Banyak orang berbicara tentang cinta namun bukanlah pelaku cinta itu sendiri. Kalau hanya mengatakan, semua orang pasti bisa. Begitu banyak buku-buku dituliskan dan diterbitkan yang berisi tentang cinta, juga film-film yang mengungkapkan sebuah cinta. Namun, apakah itu sebuah jawaban untuk cinta? Sebab cinta itu tidaklah cukup hanya dikatakan, cinta itu perlu tindakan nyata.
Di dalam keluarga, kerap kali cinta dijadikan alasan percekcokan, bahkan lebih ironisnya hanya karena cinta, keluarga menjadi hancur lebur. Hal ini dapat terjadi karena cinta yang dialami tidak mendapatkan ruang untuk pendalaman, tidak direfleksikan secara mendalam dan direnungkan. Banyak pasangan saling mentuntut bukti cinta yang begitu besar, sedangkan bentuk cinta yang kecil dan sederhana tidak dipandangnya. Bahkan tidak jarang banyak orang yang menyamakan ukuran cinta dengan materi atau kekayaan. Padahal seberapapun ukuran bentuk cinta itu, itulah yang dinamakan pengorbanan.
Pengorbanan tidak harus dinilai dari segi materi, tetapi dapat juga dilihat dari sudut pandang lain seperti: tenaga, waktu, senyuman, sapaan dan berbagai cara yang sangat kecil dan sederhana. Namun semuanya itu sering kali tidak dilihat, sebab kecenderungan yang ada selalu melihat ungkapan cinta dalam bentuk yang besar terutama secara nominal atau kekayaan. Kalau diri kita tidak mampu melihat cinta yang kecil dan sederhana dari orang di sekitar kita, mana mungkin dapat merasakan dan mengalami cinta Allah yang terus menerus dicurahkan ke dalam diri kita.
Setiap saat Allah tidak pernah berhenti mencurahkan cinta kasih-Nya ke dalam diri setiap orang. Namun inipun kerap kali tidak disadari oleh kebanyakan orang, karena dalam pandangan banyak orang, diharapkan cinta Allah itu nyata melalui pengabulan segala doa dan keinginannya. Kalau doa dan keinginannya belum terkabulkan kerap kali dilihat bahwa Allah tidak sungguh mencintainya, bahkan seolah-olah Allah telah meninggalkannya seorang diri, bahkan membiarkannya. Inilah pandangan yang keliru tentang cinta Tuhan. Dari sudut pandang itu, sebenarnya bukannya Allah tidak mengabulkannya, melainkan Allah menunda pencurahan itu karena Allah terlebih dahulu melihat apa yang sesungguhnya kita perlukan, apalagi permohonan dan keinginan itu tidak selaras dengan kehendak Allah sendiri. Kita harus yakin dan percaya di dalam iman, bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi diri kita tepat pada waktunya.
Benarkah Allah mencurahkan segenap cinta-Nya ke dalam diri setiap orang setiap saat? Mari kita melihat dari kehidupan sehari-hari:
- Mulai dari kita bangun dari tidur lalu membuka mata, melihat sekeliling dan bernafas. Siapakah yang memberikan itu semua.
- Mari kita lihat dari apa yang kita pakai, dari pakaian yang murah sampai yang paling mahal tentunya dapat kita raih karena mempunyai keuangan pribadi yang didapat dari kerja atau usaha atau pemberian orang lain. Kalau kita mau melihat lebih dalam, semua keuangan itu didapat darimana? Benarkah dari orang lain? Orang lain itu mendapatkannya darimana?
- Mari kita lihat dari apa yang kita makan. Kita dapat dengan mudah memperolehnya entah dengan menanam, beternak, berjualan, membeli di beberapa tempat. Dari siapa dan dari manakah sumber semuanya itu? Memang ada yang mengusahakan makanan yang dimakan itu dengan kerja keras dan menikmatinya secara berkecukupan, namun ada pula yang sampai berlebihan. Coba mari kita lihat, siapa yang mengadakan semuanya itu?
- Mari kita lihat dalam kesehatan: Ketika badan sehat atau mengalami kesembuhan dari sakit, siapakah dokter yang memberikan kesembuhan? Benarkah itu karena pengaruh obat atau jasa seorang dokter?
- Mari kita lihat dari sumber tenaga: Kita mampu berjalan, mengendarai kendaraan dan melakukan segala aktivitas. Siapakah yang membuat kita mampu melakukan itu semua?
- Mari kita lihat dari segi pertolongan: Setiap hari dan setiap saat kita tentu menjumpai orang-orang yang selalu menolong diri kita : petugas bahan bakar kendaraan, penunjuk jalan, polisi yang mengatur perjalanan diri kita, mereka yang menyapa kita di jalan dan orang-orang yang kita jumpai. Siapakah mereka sesungguhnya? Kebaikan itu semua berasal darimana?
Masih ada banyak hal yang dapat dilihat dan ditemukan dari kehidupan sehari-hari yang membuktikan bahwa sesungguhnya Allah itu tidak berdiam diri. Allah itu selalu mencurahkan kasih-Nya kepada kita dengan cara-Nya sendiri. Apa yang dicurahkan itu tidak pernah berhenti, melainkan selalu mengalir seperti air ke dalam diri setiap orang dan setiap saat.
Dalam pencurahan cinta kasih-Nya, Allah sendiri tidak pilih-pilih, tidak peduli kaum pendosa maupun kaum yang memandang diri benar. Justru kalau kita mau menengok lebih dalam, sebenarnya Allah lebih banyak memberikan cinta-Nya kepada kaum pendosa, agar mereka sadar dan kembali bertobat. Sedangkan mereka yang selama ini hidup di jalan Tuhan, kerap kali mengalami kekurangan dalam pencurahan cinta Allah, yang tentunya Allah mempunyai maksud dan tujuan, yaitu untuk melihat sampai sejauhmana iman kita akan Allah itu mampu bertahan. Apabila kita yang hidup di jalan Tuhan mampu bertahan di dalam iman, kita akan mendapatkan anugerah yang sangat besar. Sebaliknya, kita akan mengalami kemandulan iman, dan menjadi lebih jauh dari Allah sendiri. Seberapapun pengalaman kita akan cinta Allah, maka kita perlu membagikan cinta itu kepada siapapun tanpa pamrih. Apabila masih pilih-pilih, itu namanya egoisme bukan cinta. Itulah yang juga terdapat dalam pandangan umat di Kaisarea. Mereka berpandangan bahwa Allah itu hanya mengasihi mereka dan mencurahkan Roh Kudus-Nya hanya kepada mereka pula, bukan kepada semua orang dan semua bangsa. Namun sejak Petrus hadir dan mengajarkan kebenaran tentang cinta Tuhan, maka umat Kaisarea pun menjadi tersadarkan bahwa sesungguhnya Allah itu mencintai setiap orang dan setiap bangsa tanpa memandang siapapun orang dan bangsa itu (Bdk Kis 10:25-26.34-35.44-48).
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada pula yang menempatkan motivasi lain di balik cinta. Cinta yang seperti ini bukanlah berasal dari Allah. Cinta yang berasal dari Allah itu bersifat tulus, jujur, ikhlas, murni, penuh kepercayaan, penuh kesabaran, penuh pengorbanan, penuh kerendahan dan kelembutan hati. Setiap orang yang membagikan cinta yang berasal dari Allah, dialah yang sungguh mengenal Allah, sebab Allah itulah Sang Cinta yang mencintai setiap orang dengan Cinta Kasih (Bdk I Yoh 4:7-10). Perintah untuk berbagi cinta itu sendiri berasal dari Allah. Maka siapapun yang mengatakan bahwa dirinya mencintai Allah dan mengenal Allah, haruslah melaksanakan perintah Allah yaitu mencintai setiap orang sebagai mana kita mencintai Allah dan diri sendiri. Karena Yesus sendiri menjadi korban cinta-Nya bagi semua orang, maka kita pun wajib memiliki semangat dan kerelaan untuk mengorbankan diri sebagai bukti cinta kita akan sesama (Bdk. Yoh 15:9-17). Mari kita ungkapkan cinta kasih yang berasal dari Allah itu pertama-tama ke dalam keluarga sebelum kita membagikannya kepada orang di sekitar kita. Kalau kita mampu menunjukkan cinta dengan berkorban dalam keluarga, kita akan dimampukan untuk mencintai dan berkorban bagi orang lain.
“Ya Allah ajarilah aku untuk mencintai sesamaku sebagaimana aku mencintai Engkau dan diriku sendiri dengan cinta yang berasal dari-Mu “
No comments:
Post a Comment