Wednesday, April 22, 2015

GEMBALA YANG BAIK (PASTOR BONUS)

Penulis : P. Dedy. S
Sumber : Yohanes 10:1-18

Dimanapun kita tinggal dan hidup bahkan beraktivitas selalu bertemu dengan sosok seorang pemimpin. Tanpa disadari, kita pun menjadi pemimpin yaitu pemimpin atas diri kita sendiri. Hanya sekarang kembali ke dalam diri setiap orang yang menjadi pemimpin termasuk diri kita, seperti apakah kepemimpinan yang diberikan? Hal ini perlu kita renungkan bersama, karena cara kepemimpinan setiap orang itu berbeda. Ada pemimpin yang otoriter, ada yang familiar, ada yang paterniter, ada yang militer, ada yang kharismatik dan tipe kepemimpinan lainnya.

Rata-rata orang yang menjadi pemimpin selalu berkeinginan tampil di depan agar mendapatkan kehormatan dan mendapatkan prioritas utama di atas segalanya. Cara memimpinnyapun disertai dengan kekuasaan. Ketika bahaya mengancam, dirinya menghindar atau diselamatkan, sementara orang lain atau bawahannya yang lebih banyak berkorban. Bahkan tidak mengherankan, ada beberapa di antaranya yang berpegang bahwa dirinyalah yang paling benar. Itulah gambaran jiwa kepemimpinan yang dialami oleh kebanyakan orang. Namun itu semua belumlah mencerminkan jiwa seorang GEMBALA.

Yesus merupakan teladan kepemimpinan, maka Dia disebut GEMBALA YANG BAIK. Sebutan ini layak diberikan sebab Yesus tidak hanya berkata-kata, melainkan membuktikan dalam segala tindakan-Nya, seperti:


 1. Yesus tampil di depan umum bukan untuk mencari hormat melainkan memberi keteladanan

Berkali-kali Yesus berusaha tampil di depan umum bukan saja untuk mengenalkan akan pribadi-Nya dan tujuan-Nya datang ke dunia, melainkan juga berusaha menjalin kedekatan dengan umat manusia. Namun yang terjadi, kehadiran-Nya kerap kali mengalami penolakan. Tentu hal ini dipicu oleh keterangan yang diperoleh masyarakat bahwa diri-Nya berasal dari keluarga miskin. Karena latar belakang inilah yang membuat kegagalan Yesus untuk tampil di depan umum. Walaupun beberapa kali mengalami kegagalan, namun usaha Yesus dalam menjalankan misi-Nya tidak pernah berhenti. Kalau di satu tempat ditolak, Yesus masih berharap bahwa masih ada di antara umat manusia yang mau dan bersedia menerima kehadiran-Nya. Apa yang dipikirkan Yesus menuai kenyataan bahwa masih ada di antara manusia yang sungguh berharap dan merindukan akan kehadiran-Nya. Dalam pandangan masyarakat umum, hanya orang yang berasal dari keluarga terpandang yang diperkenankan tampil di depan umum dan mendapatkan kedudukan tertentu. Inilah yang diperkirakan oleh masyarakat saat itu. Padahal, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh Yesus dengan tujuan tampil di depan umum. Sebenarnya keinginan Yesus tampil di depan umum yaitu memberikan keteladanan dan menuntun setiap orang ke jalan kebenaran. Ini dilukiskan oleh Yesus sebagai gembala yang menjaga kawanannya menuju padang yang hijau dan air yang tenang (Bdk Yohanes 10:9). Tentu saja untuk mampu mengarahkan kawanan ke jalan kebenaran, Yesus sendiri berjuang belajar tentang kebenaran dan hidup di dalam kebenaran. Kalau diri-Nya mampu melaksanakan itu, maka tidaklah mustahil apabila cara yang sama dapat diterapkan kepada masyarakat yang diistilahkan sebagai kawanan domba.


2. Yesus berkorban untuk kesejahteraan bersama

Yesus tidak menyuruh orang lain berkorban untuk diri-Nya, melainkan diri-Nya sendiri yang dikorbankan bagi banyak orang termasuk kita (Kis 4:8-12a). Tentu hal ini bukan karena diri-Nya ingin dijuluki pahlawan, namun inilah sejatinya misi Yesus. Sepintas nampaknya hanya peristiwa salib yang menjadi bukti pengorbanan Yesus, padahal sesungguhnya bukan hanya itu. Kalau melihat segenap perjalanan-Nya, tidak sedikit Yesus berkorban terutama waktu, tenaga, fisik dan perasaan-Nya. Kitab suci banyak menceritakan betapa banyak waktu dikorbankan bagi Yesus untuk melayani banyak orang yang berusaha menjumpai-Nya dengan berbagai motivasi. Beberapa motivasi yang sangat menonjol seperti: ingin mendengarkan-Nya, ingin mengalami mukjizat-Nya, ingin mengikuti-Nya dan bentuk motivasi lainnya. Demi pelayanan dan pengorbanan kepada banyak orang, Yesus rela tidak istirahat walau hanya sekejap. Setiap disadari bahwa orang banyak mencari-Nya, Yesus pun bergegas berbuat sesuatu untuk mereka. Sebab Yesus tidak mau melihat orang banyak itu seperti domba yang tercerai berai. Yesus mau kalau mereka tinggal dan hidup dalam kawanan atau persekutuan.

Selain waktu, Yesus juga banyak berkorban akan perasaan-Nya. Ini sangatlah nampak betapa hati Yesus tersiksa setiap kali melihat penderitaan yang dialami banyak orang, terutama mereka yang dilanda kemiskinan dan diskriminasi. Karena keinginan Yesus untuk membongkar kebiasaan yang menjadi tradisi ini, akhirnya beberapa kali harus berhadapan dengan hukum adat istiadat dan agama saat itu. Yesus dituduhkan sebagai pengacau bahkan reformator, sehingga dianggap menjadi ancaman terhadap hukum yang berlaku saat itu. Padahal sesungguhnya Yesus bukan mengacaukan, melainkan meluruskan apa yang seharusnya terjadi pada hukum, sebab dasar yang dipakai dalam hukum adat istiadat masa itu adalah HUKUM MUSA yang sering disebut HUKUM TAURAT.


3. Yesus menjadi pemimpin yang melayani bukan dilayani

Dalam menjalankan misi-Nya, Yesus tidak minta untuk dilayani, melainkan diri-Nya sendiri yang melayani dengan bentuk pelayanan yang terbaik. Pelayanan Yesus pertama kali nampak ketika peristiwa perjamuan nikah di Kota Kana. Dalam peristiwa itu sebenarnya Yesus merasa diri belum siap untuk memproklamirkan diri sebagai Mesias, namun berkat nasehat Maria Bunda-Nya, Yesus pun melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Namun, Yesus tidak mau apa yang dilakukan-Nya diketahui banyak orang. Karena pelayanan itu dilakukan penuh kerelaan hati. Sebenarnya banyak peristiwa pelayanan yang dilakukan Yesus, namun kitab suci tidak menceritakan secara menyeluruh.

Pelayanan yang sangat mengharukan yakni peristiwa pembasuhan kaki atas para murid. Dalam peristiwa ini, Yesus menunjukkan kehambaan-Nya kepada para murid yang mewakili seluruh umat manusia. Berkat pelaksanaan tata cara pembasuhan kaki ini, akhirnya kebiasaan ini hendaknya terus dilakukan turun temurun sebagai kenangan akan diri-Nya. Sebenarnya bukan pembasuhannya yang dimaksud namun makna di balik pembasuhan inilah yang ditekankan oleh Yesus, yakni setiap orang wajib melakukan tugas pelayanan sebagai seorang hamba. Memang tidak mudah untuk membangun jiwa hamba, karena dituntut sikap rendah hati dan kelembutan hati.


4. Yesus memimpin dengan penuh cinta kasih

Yesus tidak memimpin dengan penuh kekuasaan (tangan besi), melainkan dengan penuh cinta kasih (I Yoh 3:1-2). Tentu Yesus mempunyai alasan di balik cara kepemimpinan-Nya. Jikalau dengan tangan besi (penuh kekuasaan) misi Yesus tidak akan menuai hasil. Karena dengan cara ini, akan membuat Yesus cenderung berada di atas, padahal tujuan Yesus yakni membaur dengan semua orang. Maka, agar dapat membaur, Yesus harus mematikan keinginan berada di atas lalu mengambil posisi di tengah atau di antara banyak orang.  Dengan membaur, Yesus semakin mengenal setiap pribadi termasuk apa yang menjadi kebutuhan dan harapan banyak orang. Untuk menuai jawaban itu, maka Yesus harus mengalirkan cinta kasih bukan kekuasaan.

Sebenarnya untuk menjadi berkuasa dapat dengan mudah dilakukan oleh Yesus, sebab bagian itu sudah dimiliki-Nya sebagai 100% Allah. Namun hal ini dihindari oleh Yesus, sebab Dia ingin semua orang dipandang sebagai manusia (subyek) bukan obyek. Bukti perjuangan cinta kasih-Nya dapat dlihat dari banyaknya Yesus memperjuangkan hak hidup, hak tinggal, hak untuk bersuara, hak untuk berkumpul dan berserikat seperti yang terjadi pada diri para penderita kusta yang saat itu dikucilkan oleh masyarakat dan pemuka agama karena dipandang sebagai manusia terkutuk. Namun Yesus melihat bahwa itu bukanlah kutukan, melainkan musibah. Maka Yesus membongkar pandangan itu dengan mentahirkan mereka lalu meminta penerimaan dan pengakuan dari para pembesar adat dan agama. Semua ini dilakukan oleh Yesus supaya pandangan kaum terkemuka itu berubah dari pandangan yang keliru menjadi benar. Selain itu Yesus juga mau mengajarkan bahwa sesungguhnya Allah itu baik adanya.


5. Yesus menjadi pemimpin yang bertanggungjawab

Ciri khas kepemimpinan yang diberikan Yesus yaitu BERTANGGUNG JAWAB atas umat-Nya termasuk membangkitkan sebuah harapan besar dalam diri mereka (Yoh 10:11-18). Bentuk tanggungjawab dicontohkan oleh Yesus dengan perumpamaan domba yang hilang. Dalam masalah itu, seorang pemimpin haruslah bertanggungjawab atas kawanan yang dipercayakan kepadanya. Maka, apabila melihat salah satu saja dari anggota kawanannya tidak ada bersama dengan mereka, maka seorang pemimpin (gembala) perlu dan harus berani meninggalkan yang lain guna menemukan yang hilang. Namun sebelum meninggalkan kawanan dan mencari yang hilang, kawanan lainnya haruslah lebih dahulu diarahkan dan dibawa ke tempat yang aman dan mendamaikan. Jikalau tidak, maka semuanya akan menjadi terbengkalai dan tercerai berai hanya demi yang satu dan hilang. Seorang pemimpin (gembala) akan dapat mengetahui bahwa salah satu di antara kawanan itu ada yang hilang, kalau pemimpinnya sendiri mengenal setiap kawanan dombanya. Setiap kehadiran domba sangatlah penting bagi dirinya, karena setiap domba mempunyai keunikan atau kekhasannya sendiri.

Ungkapan ini dibuktikan oleh Yesus dengan beberapa kali melakukan mukjizat kebangkitan atas orang yang mati. Apalagi orang yang mati itu mempunyai nilai penting dalam keluarganya. Bukan berarti semua anggota keluarga tidak penting. Setiap orang memang penting, namun dari yang penting itu masih ada yang jauh lebih penting, misalnya kembali hidupnya pemuda Nain yang seharusnya menjadi motor roda kehidupan keluarganya. Hal serupa juga terjadi pada Lazarus dan anak Yairus. Di balik peristiwa itu sebenarnya Yesus mau mengatakan bahwa diri-Nya bukanlah Allah orang mati melainkan Allah orang hidup, artinya hanya di dalam Dia, semua orang memperoleh hidupnya berkat keselamatan. Apa yang dilakukan Yesus ini sebagai bentuk tanggungjawab dalam pengemban kepercayaan atas umat yang diserahkan kepada-Nya. Hal ini dapat dimiliki Yesus, karena dalam kepemimpinan-Nya didasari oleh cinta kasih. Bentuk kepemimpinan Yesus ini diharapkan terjadi dalam diri kita masing-masing terutama di dalam keluarga. Siapapun yang menjadi pemimpin dalam keluarga, perlu mengikuti keteladanan Yesus. Kita akan mampu memimpin orang lain, kalau kita terlebih dahulu mampu memimpin diri kita sendiri. Apakah kita sudah mampu memimpin diri kita sendiri dan keluarga? “Ya Allah tanamkanlah dalam diriku semangat cinta kasih dan pengorbanan agar aku mampu bertanggungjawab seperti yang Yesus teladankan kepada kami”.



No comments:

Post a Comment