Penulis : P. Dedy. S
Sumber : Markus 3:21-43
Sakit, malapetaka dan penderitaan selalu ada di sekitar kita. Kalau semuanya itu melanda diri kita, kecenderungan yang selalu muncul adalah menyalahkan Tuhan, bahkan di tengah masyarakat banyak yang memandangnya sebagai akibat dosa yang telah kita perbuat. Padahal sesungguhnya sakit, malapetaka dan penderitaan itu tidak selamanya sebagai akibat dosa kita. Itu dapat terjadi karena banyak hal; di antaranya sebagai akibat dari diri kita sendiri yang lalai atau kurang dapat mengontrol diri. Kalau semuanya itu sudah mulai melanda diri kita, ada sebagian orang yang menjadi pesimis dan kehilangan harapan, menyerah kepada keadaan, lupa dengan Tuhan. Namun ada pula yang mau berjuang dan melawan semuanya itu dengan bersandar pada kekuatan Tuhan; inilah yang dinamakan sikap optimis (Bdk Kebijaksaan 1:13-15;2:23-24). Sikap ini baru tersadarkan bahwa hanya Tuhan satu-satunya tempat menggantungkan harapan dan pertolongan kita, setelah iman kita mulai disentuh kembali.
Apa Sesungguhnya Iman itu?
Ada cukup banyak pemahaman tentang iman; rata-rata semua definisi hanya menyebutkan tentang kepercayaan seseorang terhadap adanya Tuhan. Padahal sesungguhnya iman itu tidaklah cukup hanya dipahami sebagai kepercayaan saja, melainkan ada keterlibatan hati yang membawa seseorang untuk lebih berserah diri ke dalam tangan Tuhan. Ide dasarnya sebagai berikut: kalau Tuhan itu memberikan atau menurunkan sesuatu kepada kita, maka sebagai timbal baliknya antara kita dan Tuhan, itulah yang disebut iman.
Timbal balik antara kita dan Tuhan itu dapat beraneka ragam, salah satunya adalah ucapan syukur dan penyerahan diri. Semakin sering dan mendalam penyerahan diri kita, semakin pula relasi kita dengan Tuhan akan semakin intim. Kalau sudah demikian, diri kita bukan lagi diri kita, melainkan sudah menjadi milik Tuhan. Dengan demikian hanya Tuhan yang lebih berhak atas seluruh diri dan hidup kita. Sedangkan tugas kita hanyalah menjaga dan memeliharanya.
Bagaimana iman itu dihayati?
Dalam perayaan Ekaristi terutama pada doa persiapan komuni kita mengatakan “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh”; pernyataan ini sebenarnya diangkat dari kisah iman seorang perwira di Kapernaum yang mendapatkan pujian dari Yesus karena imannya yang besar. Pada waktu itu, sang perwira sedang mendapati hambanya yang menderita sakit. Karena dirinya merasa tidak layak untuk mengundang Yesus datang ke rumahnya, maka timbul keyakinan dalam hatinya kalau cukup hanya dengan perkataan Yesus, hambanya itu akan sembuh. Keyakinan semacam inilah yang tidak mudah untuk dilakukan. Karena melihat hal tersebut, Yesus memujinya dan sekaligus mengabulkan segala keinginannya terutama bagi hambanya.
Kalau menengok kehidupan di masyarakat tentu hal ini menimbulkan pertanyaan “ Mengapa harus bersusah hati mengobati orang sakit, padahal hanyalah seorang pekerja; cukup cari pengganti dan membuang yang sakit”. Namun dalam pandangan perwira itu, seorang pekerja atau seorang hamba begitu penting baginya; mengambil pekerja baru belum tentu akan menghasilkan dan mampu bekerja seperti hamba yang dia miliki. Karena itu perlu diperjuangkan hidupnya. Melalui pernyataan ini sebenarnya diri kita disadarkan kembali akan keberadaan iman kita yang penuh harapan kepada Tuhan yang berkuasa atas hidup dan diri kita.
Ketika seseorang harus memperoleh berkat Sakramen Pengurapan Orang Sakit, pertama kali respon yang muncul adalah ketakutan dan rasa cemas yang luar biasa. Sebab yang muncul dalam pikiran mereka, Sakramen Pengurapan Orang Sakit itu selalu membawa seseorang yang sakit ke dalam kematian. Padahal pandangan itu salah. Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit tidak selamanya membawa ke dalam kematian, melainkan dalam proses kesembuhan dan keselamatan. Pemahaman yang keliru itu disebabkan oleh kurangnya penghayatan akan iman mereka.
Berkat yang didapat melalui Sakramen Pengurapan Orang Sakit ada 2 maksud yaitu: Apabila sang penderita mengalami kesembuhan, maka sakramen yang diterima akan memulihkan seluruh keadaannya. Sedangkan apabila kematian yang didapatkan, maka berkat sakramen ini, sang penderita dibebaskan dari segala dosanya dan diperkenankan ikut serta dalam perjamuan abadi bersama Allah di surga. Tujuan dasar dari pemberian sakramen ini yaitu: menyerahkan si penderita ke dalam tangan Tuhan. Sebab kuasa hidup dan mati itu hanya ada di dalam tangan Tuhan. Namun kenyataannya, ketika si penderita mengalami kematian selalu menyalahkan si pemberi sakramen atau yang berdoa dalam proses penyembuhan itu. Kematian kerabatnya dianggap akibat doa dan berkat sakramen tersebut. Padahal sejatinya kematian yang dialami, bukanlah karena doa dan berkat sakramen, namun peran Tuhan dalam menunjukkan cinta-Nya agar melepaskan segala penderitaan yang dialami.
Dalam Markus 3:21-43 dikisahkan tentang iman seseorang yang percaya bahwa Yesus dapat melepaskan segala sakit penyakit dan penderitaan yang dialami. Kalau perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun percaya dengan imannya hanya menyentuh jumbai jubah Yesus, kesembuhan dan keselamatan akan diperolehnya walaupun tanpa perkataan dan sentuhan langsung dari Yesus. Iman yang dimilikinya serupa dengan iman yang dimiliki oleh seorang perwira di Kapernaum. Namun proses kesembuhan yang dialami diperlukan kejujuran dan kepolosan hati, karena itulah alasan Yesus mencari siapa yang telah menyentuh-Nya. Setelah bertemu dan melihat kejujuran dan kepolosan hati wanita itu, Yesus memberikan pujian yang sama berkat imannya yang besar. Sebagai hadiah, diberikan oleh-Nya kesembuhan dan pelepasan penderitaan kepada wanita itu.
Apa yang dialami wanita tersebut, berbeda dengan pernyataan hati dari keluarga Yairus yang jelas-jelas mengalami keterlambatan dalam mendatangkan Yesus dalam menyembuhkan penderitaan anaknya. Namun bagi Yesus tidak ada kata terlambat. Keselamatan dan pemulihan bisa datang kapan saja, sumbernya hanyalah satu: adakah iman yang membangkitkan harapan akan kehidupan. Karena itulah yang membuat Yesus menegaskan dan membongkar pemikiran banyak orang, bahwa mukjizat itu nyata; mukjizat dapat terjadi oleh karena iman. Kata " TALETA KUM " yang disebutkan Yesus dalam proses pemulihan anak Yairus menandakan bahwa Allah itu berkuasa atas kehidupan seseorang, maka kata itu mengartikan BANGUN DAN BANGKITLAH. Yesus mengatakan hal itu sebab dilihat-Nya kalau semua orang sudah jatuh pada sikap pesimistis. Dengan kata tersebut, Yesus mau semua orang bangun dari kelemahan dan bangkit kembali penuh harapan.
Dalam Markus 3:21-43 dikisahkan tentang iman seseorang yang percaya bahwa Yesus dapat melepaskan segala sakit penyakit dan penderitaan yang dialami. Kalau perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun percaya dengan imannya hanya menyentuh jumbai jubah Yesus, kesembuhan dan keselamatan akan diperolehnya walaupun tanpa perkataan dan sentuhan langsung dari Yesus. Iman yang dimilikinya serupa dengan iman yang dimiliki oleh seorang perwira di Kapernaum. Namun proses kesembuhan yang dialami diperlukan kejujuran dan kepolosan hati, karena itulah alasan Yesus mencari siapa yang telah menyentuh-Nya. Setelah bertemu dan melihat kejujuran dan kepolosan hati wanita itu, Yesus memberikan pujian yang sama berkat imannya yang besar. Sebagai hadiah, diberikan oleh-Nya kesembuhan dan pelepasan penderitaan kepada wanita itu.
Apa yang dialami wanita tersebut, berbeda dengan pernyataan hati dari keluarga Yairus yang jelas-jelas mengalami keterlambatan dalam mendatangkan Yesus dalam menyembuhkan penderitaan anaknya. Namun bagi Yesus tidak ada kata terlambat. Keselamatan dan pemulihan bisa datang kapan saja, sumbernya hanyalah satu: adakah iman yang membangkitkan harapan akan kehidupan. Karena itulah yang membuat Yesus menegaskan dan membongkar pemikiran banyak orang, bahwa mukjizat itu nyata; mukjizat dapat terjadi oleh karena iman. Kata " TALETA KUM " yang disebutkan Yesus dalam proses pemulihan anak Yairus menandakan bahwa Allah itu berkuasa atas kehidupan seseorang, maka kata itu mengartikan BANGUN DAN BANGKITLAH. Yesus mengatakan hal itu sebab dilihat-Nya kalau semua orang sudah jatuh pada sikap pesimistis. Dengan kata tersebut, Yesus mau semua orang bangun dari kelemahan dan bangkit kembali penuh harapan.
Mengapa Iman perlu dibina?
Iman menjadi besar bukan tumbuh secara instant, melainkan melalui proses yang panjang yaitu melalui aneka macam pembinaan seperti pendalaman iman, pendalaman kitab suci, pertemuan-pertemuan rohani di lingkungan dan wilayah dan melalui berbagai macam latihan rohani seperti doa, amal, aneka keutamaan dan penerimaan sakramen. Dari semua ini diri kita mendapatkan kekayaan yang menutupi segala kekurangan dan kelemahan yang ada dalam diri kita (Bdk 2 Korintus 8:7.9.13-15). Berkat pertumbuhan iman yang terjadi pada diri kita, akan makin membuat kita lebih dekat kepada Tuhan dan percaya bahwa pertolongan-Nya akan datang kepada diri kita setiap saat dan tepat pada waktunya (Bdk Markus 3:21-43).
No comments:
Post a Comment