Sebuah Kesaksian Hidup
Penulis: P. Dedy. S
Di tahun 2015 ini banyak hal yang sulit untuk dimengerti. Mula-mula ketika munculnya nama saya terpilih sebagai ketua katekese. Saya sendiri tidak pernah mengajukan nama ke dalam pencalonan untuk sebuah kedudukan di dalam Gereja yaitu sebagai ketua katekese. Namun, secara tiba-tiba diri saya ditelepon oleh ketua bidang sumber Bapak Agustinus Edi Antoro dan diberikan ucapan selamat atas terpilihnya saya sebagai ketua katekese. Saat itu Pastor Paroki adalah RD. Damar Cahyadi. Reaksi pertamanya diri saya terkejut bukan main, karena tidak merasa mencalonkan diri. Karena semenjak diri saya kembali dari Manado ke Surabaya sudah tidak pernah berharap untuk terjun dan aktif dalam hidup menggereja, selain sebagai umat biasa. Karena itu setiap kali diundang bahkan ditarik-tarik oleh teman-teman dan umat di wilayah dan paroki, diri saya tetap saja menyibukkan diri dengan banyak perkara yang lain daripada perkara hidup menggereja. Karena tujuan saya waktu itu mau berfokus dulu di dunia ekonomi untuk memperbaiki ekonomi yang saya jalani untuk menghidupi ibu saya sebagai satu-satunya orangtua yang masih hidup. Sebab orangtua saya tidak mempunyai penghasilan apa-apa. Karena itu selama masih tinggal di Manado, hasil jerih payah selalu saya kirimkan ke ibu untuk memenuhi hidupnya sehari-hari dengan cara titip melalui seorang teman lewat rekeningnya di BCA.
Semenjak saya berada di rumah bersama dengan ibu, tabungan makin lama semakin terkuras habis karena tidak mendapatkan pemasukkan sama sekali. Padahal setiap hari dan setiap bulan hidup terus berputar dan keperluan hidup semakin hari semakin banyak dan semakin mahal pula. Maka, tidak ada lagi tempat untuk bergantung, selain kemurahan dan kebaikan hati Tuhan saja. Sekarang saya sudah memasuki tahun ke empat semenjak tinggalkan Manado dengan kondisi ekonomi yang sama sekali tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik; justru semakin sulit dan mencekik. Namun herannya, kami selalu tercukupi dan tidak pernah berkekurangan. Padahal tidak ada sedikitpun uang di kantong, tetapi masih bisa menjalani hidup tanpa kekurangan suatu apapun. Lalu darimana sumber hidup itu sendiri? Secara logika, itu semua tidak mungkin. Kebutuhan listrik, kebutuhan air, kebutuhan tehnologi komunikasi tetap saja bisa berjalan apa adanya. Lalu darimana uang itu bisa datang, kalau bukan cara Tuhan sendiri.
Karena seringnya saya duduk di post satpam Gereja Katedral setiap kali selesai mengikuti perayaan ekaristi, saya mempunyai kebiasaan mendengarkan segala kisah dan persoalan yang terjadi di seputar kepengurusan gereja; hati ini mulai perlahan-lahan tergerak ingin berbuat sesuatu bagi Tuhan melalui hidup menggereja lagi. Pada saat itu pula datang seorang teman mudika (muda-mudi Katolik) lama yaitu Bapak Sutrisno yang mulai menarik, merayu dan mencoba memotivasi diri saya untuk menyediakan diri terlibat di dalam hidup menggereja sebab dia katakan kalau diri saya dibutuhkan saat ini juga terutama di dalam pembinaan untuk anak-anak, remaja dan kaum muda. Bahkan dia meminta agar diri saya sesegera mungkin membagikan segala ilmu dan seluruh kemampuan yang saya miliki untuk semua orang terutama di lingkungan dan wilayah.
Keterlibatan pertama kalinya, saya hadir dalam rapat wilayah yang diselenggarakan setiap bulan. Saat itu rapat diselenggarakan di Wisma Keuskupan jalan Sam Ratulangi no 6 Surabaya. Pada saat rapat itu Bapak Ignatius Andy Oematan menyambut saya dengan mengucapkan “ Selamat datang dan Selamat Bergabung “. Setelah salam tersebut, beliau juga mengharapkan yang sama seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sutrisno kepada saya. Semula saya diminta untuk sharing pengalaman termasuk mengapa keluar dari hidup membiara sebagai frater. Selanjutnya dimintakan persetujuan kepada seluruh yang hadir untuk keterlibatan diri saya dalam dunia pembinaan iman. Saya pun menerimanya walau dalam hati saya mengatakan “ Tuhan, inikah saatnya aku harus bertindak?” Tuhan belum memberikan jawaban, namun Bapak Ignatius Andy Oematan sudah mendahului dengan memberikan tugas kepada saya untuk menjadi seksi katekese dalam perayaan Paskah 2015. Semua tugas yang diberikan dan dipercayakan kepada saya, saat itu pula saya terima dengan baik penuh ketulusan hati.
Selama menjalankan tugas sebagai seksi katekese di dalam kepanitiaan Paskah, 2 kali harus berselisih paham dengan orang-orang dari wilayah 2. Salah satunya Sdr Wayan. Pertengkaran itu seharusnya tidak boleh terjadi, kalau si Wayan tahu diri siapa dia sesungguhnya. Karena dia memindahkan tempat sumbangan tanpa memberitahukan lebih dulu kepada saya sebagai penanggungjawab kotak tersebut. Inilah salah satu permasalahan yang terjadi di dalam kepengurusan gereja. Pertengkaran terjadi lagi di ruang legio dengan para petugas pembawa kotak sumbangan yang melakukan banyak protes dari tugas pembawa kotak sumbangan. Akhirnya sebagai penanggungjawab secara spontan saya kumpulkan seluruh panitia berkaitan dengan hal ini, dan diputuskan panitia akan menjaga kotak dari awal sampai akhir. Itu permasalah kedua yang terjadi di dalam kepengurusan gereja. Melalui kedua peristiwa itu Tuhan mau menunjukkan sesuatu kepada saya akan apa yang seharusnya saya bisa perbuat untuk memperbaiki kondisi kepengurusan gereja ini.
Dengan melihat kembali serangkaian peristiwa-peristiwa itu, sehari dua hari saya gelisah karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan terpilihnya diri saya sebagai ketua katekese. Sungguh-sungguh kosong seluruh pandangan yang ada di dalam diri ini pada waktu itu. Mungkin sudah menjadi rencana dan jalan dari Tuhan untuk melibatkan diri saya ke dalam bidang ini. Sampai tulisan ini diangkat, masih saja hal ini menjadi pertanyaan refleksi di dalam diri saya, “Mengapa Tuhan harus memilih saya yang jelas-jelas orang yang tidak mampu secara ekonomi?” Biasanya mereka yang terjun menjadi pengurus atau mendapatkan kedudukan di Gereja adalah mereka yang mampu secara ekonomi, sehingga keaktifan selama di Gereja tidak akan menganggu kehidupan dan perekonomian orang tersebut. Namun, kenyataannya diri saya adalah orang miskin atau pra sejahtera, namun Tuhan menuntut saya untuk mengambil dan menjalankan tugas ini. Saya harus bagaimana lagi selain menerima dan menjalankan tugas ini semampu yang saya dapat lakukan hanya demi kebesaran dan kemuliaan nama Tuhan.
Sebagai ketua katekese, diri saya dituntut untuk aktif terlibat secara penuh dalam tugas pewartaan dan pengajaran Gereja. Sehingga setiap hari selain harus belajar kembali, juga harus sering datang ke gereja untuk mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan tugas yang diberikan. Namun semuanya tidak mendatangkan upah sedikitpun. Saya sendiri menjadi heran, mengapa saya mau menerima dan menjalankan itu semua padahal saya sudah mengetahui bahwa pekerjaan itu tidak mendatangkan upah sedikitpun yang dapat menunjang hidup keseharian diri saya bersama dengan ibu satu-satunya orangtua yang menjadi tanggungjawab saya. Walaupun saya melaksanakan ini semua, namun hidup saya tetap tercukupi dan tidak merasa berkekurangan sedikitpun. Apa yang sesungguhnya diperbuat Tuhan terhadap diri saya dan hidup ibu saya? Semuanya serba tercukupi, padahal tidak ada uang sama sekali untuk menjalani hidup ini.
Untuk mendapatkan sesuap nasi dan keperluan hidup setiap hari, sudah berbagai macam pekerjaan saya lakukan termasuk membuka service komputer, tetapi hasil yang didapatkan belum dapat memenuhi kebutuhan setiap harinya. Sebab tidak setiap hari saya memperoleh pendapatan dari pekerjaan ini walau harus berkeliling kemana-mana dari pagi sampai pagi hari lagi. Walaupun demikian, saya masih dapat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, karena betapa baiknya Dia. Walaupun demikian tidak sedikitpun mengurangi keaktifan saya dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab di dalam hidup menggereja.
Belum lama juga saya terpilih dan terlibat dalam kegiatan persiapan AKSI PUASA PEMBANGUNAN 2016. Meskipun kedudukan saya sebagai ketua, namun saya masih belum berpengalaman. Maka seharusnya mereka yang lebih berpengalaman yang dipilih dan diberangkatkan. Namun realitanya ketua bidang sumber menunjuk saya untuk berangkat atas nama OMK (Orang Muda Katolik) kevikepan Surabaya Selatan. Karena diberi kepercayaan, maka saya persiapkan dengan baik. Begitu berangkat ke Puh Sarang Kediri tanggal 2-4 Oktober 2015 dan tiba saatnya giliran saya presentasi, ternyata hasil yang saya sudah lakukan mendapatkan apresiasi dari RD Aloysius Widya YN selaku pastor penanggungjawab APP 2016 dengan tugas selanjutnya diminta sesegera mungkin menghubungi Pastor Moderator OMK.
Untuk berjumpa dengan Pastor Moderator OMK sangatlah tidak mudah, sebab beliau mempunyai banyak kesibukan. Sehingga berkali-kali berusaha untuk menjumpainya. Setelah mendapatkan kesempatan untuk berjumpa dan menyampaikan hasil yang saya dapatkan dari pertemuan progress report 1, saya menjadi lega dan hanya menunggu keputusan selanjutnya agar saya diperkenankan berjumpa dengan para OMK se-kevikepan. Sebulan lamanya saya menunggu dan berproses, akhirnya dengan usaha sendiri tanpa bantuan pastor moderator saya dapat berjumpa dengan para perwakilan OMK pada tanggal 12 November 2015, lalu memaparkan laporan kepada mereka. Usaha perjumpaan dengan OMK ini sungguh menjadi sebuah bukti bahwa sesungguhnya Allah itu murah hati dan tidak akan membiarkan setiap hamba-Nya mengalami kesulitan. Belaskasih yang Allah berikan tidak akan pernah berkesudahan sampai akhir jaman.