Friday, June 26, 2015

IMAN YANG MENYELAMATKAN

Penulis  : P. Dedy. S
Sumber : Markus 3:21-43

Sakit, malapetaka dan penderitaan selalu ada di sekitar kita. Kalau semuanya itu melanda diri kita, kecenderungan yang selalu muncul adalah menyalahkan Tuhan, bahkan di tengah masyarakat banyak yang memandangnya sebagai akibat dosa yang telah kita perbuat. Padahal sesungguhnya sakit, malapetaka dan penderitaan itu tidak selamanya sebagai akibat dosa kita. Itu dapat terjadi karena banyak hal; di antaranya sebagai akibat dari diri kita sendiri yang lalai atau kurang dapat mengontrol diri. Kalau semuanya itu sudah mulai melanda diri kita, ada sebagian orang yang menjadi pesimis dan kehilangan harapan, menyerah kepada keadaan, lupa dengan Tuhan. Namun ada pula yang mau berjuang dan melawan semuanya itu dengan bersandar pada kekuatan Tuhan; inilah yang dinamakan sikap optimis (Bdk Kebijaksaan 1:13-15;2:23-24). Sikap ini baru tersadarkan bahwa hanya Tuhan satu-satunya tempat menggantungkan harapan dan pertolongan kita, setelah iman kita mulai disentuh kembali.

Apa Sesungguhnya Iman itu?

Ada cukup banyak pemahaman tentang iman; rata-rata semua definisi hanya menyebutkan tentang kepercayaan seseorang terhadap adanya Tuhan. Padahal sesungguhnya iman itu tidaklah cukup hanya dipahami sebagai kepercayaan saja, melainkan ada keterlibatan hati yang membawa seseorang untuk lebih berserah diri ke dalam tangan Tuhan. Ide dasarnya sebagai berikut: kalau Tuhan itu memberikan atau menurunkan sesuatu kepada kita, maka sebagai timbal baliknya antara kita dan Tuhan, itulah yang disebut iman.

Timbal balik antara kita dan Tuhan itu dapat beraneka ragam, salah satunya adalah ucapan syukur dan penyerahan diri. Semakin sering dan mendalam penyerahan diri kita, semakin pula relasi kita dengan Tuhan akan semakin intim. Kalau sudah demikian, diri kita bukan lagi diri kita, melainkan sudah menjadi milik Tuhan. Dengan demikian hanya Tuhan yang lebih berhak atas seluruh diri dan hidup kita. Sedangkan tugas kita hanyalah menjaga dan memeliharanya.


Bagaimana iman itu dihayati?

Dalam perayaan Ekaristi terutama pada doa persiapan komuni kita mengatakan “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh”; pernyataan ini sebenarnya diangkat dari kisah iman seorang perwira di Kapernaum yang mendapatkan pujian dari Yesus karena imannya yang besar. Pada waktu itu, sang perwira sedang mendapati hambanya yang menderita sakit. Karena dirinya merasa tidak layak untuk mengundang Yesus datang ke rumahnya, maka timbul keyakinan dalam hatinya kalau cukup hanya dengan perkataan Yesus, hambanya itu akan sembuh. Keyakinan semacam inilah yang tidak mudah untuk dilakukan. Karena melihat hal tersebut, Yesus memujinya dan sekaligus mengabulkan segala keinginannya terutama bagi hambanya. 

Kalau menengok kehidupan di masyarakat tentu hal ini menimbulkan pertanyaan “ Mengapa harus bersusah hati mengobati orang sakit, padahal hanyalah seorang pekerja; cukup cari pengganti dan membuang yang sakit”. Namun dalam pandangan perwira itu, seorang pekerja atau seorang hamba begitu penting baginya; mengambil pekerja baru belum tentu akan menghasilkan dan mampu bekerja seperti hamba yang dia miliki.  Karena itu perlu diperjuangkan hidupnya. Melalui pernyataan ini sebenarnya diri kita disadarkan kembali akan keberadaan iman kita yang penuh harapan kepada Tuhan yang berkuasa atas hidup dan diri kita.

Ketika seseorang harus memperoleh berkat Sakramen Pengurapan Orang Sakit, pertama kali respon yang muncul adalah ketakutan dan rasa cemas yang luar biasa. Sebab yang muncul dalam pikiran mereka, Sakramen Pengurapan Orang Sakit itu selalu membawa seseorang yang sakit ke dalam kematian. Padahal pandangan itu salah. Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit tidak selamanya membawa ke dalam kematian, melainkan dalam proses kesembuhan dan keselamatan. Pemahaman yang keliru itu disebabkan oleh kurangnya penghayatan akan iman mereka.

Berkat yang didapat melalui Sakramen Pengurapan Orang Sakit ada 2 maksud yaitu: Apabila sang penderita mengalami kesembuhan, maka sakramen yang diterima akan memulihkan seluruh keadaannya. Sedangkan apabila kematian yang didapatkan, maka berkat sakramen ini, sang penderita dibebaskan dari segala dosanya dan diperkenankan ikut serta dalam perjamuan abadi bersama Allah di surga. Tujuan dasar dari pemberian sakramen ini yaitu: menyerahkan si penderita ke dalam tangan Tuhan. Sebab kuasa hidup dan mati itu hanya ada di dalam tangan Tuhan. Namun kenyataannya, ketika si penderita mengalami kematian selalu menyalahkan si pemberi sakramen atau yang berdoa dalam proses penyembuhan itu. Kematian kerabatnya dianggap akibat doa dan berkat sakramen tersebut. Padahal sejatinya kematian yang dialami, bukanlah karena doa dan berkat sakramen, namun peran Tuhan dalam menunjukkan cinta-Nya agar melepaskan segala penderitaan yang dialami.

Dalam Markus 3:21-43 dikisahkan tentang iman seseorang yang percaya bahwa Yesus dapat melepaskan segala sakit penyakit dan penderitaan yang dialami. Kalau perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun percaya dengan imannya hanya menyentuh jumbai jubah Yesus, kesembuhan dan keselamatan akan diperolehnya walaupun tanpa perkataan dan sentuhan langsung dari Yesus. Iman yang dimilikinya serupa dengan iman yang dimiliki oleh seorang perwira di Kapernaum. Namun proses kesembuhan yang dialami diperlukan kejujuran dan kepolosan hati, karena itulah alasan Yesus mencari siapa yang telah menyentuh-Nya. Setelah bertemu dan melihat kejujuran dan kepolosan hati wanita itu, Yesus memberikan pujian yang sama berkat imannya yang besar. Sebagai hadiah, diberikan oleh-Nya kesembuhan dan pelepasan penderitaan kepada wanita itu.

Apa yang dialami wanita tersebut, berbeda dengan pernyataan hati dari keluarga Yairus yang jelas-jelas mengalami keterlambatan dalam mendatangkan Yesus dalam menyembuhkan penderitaan anaknya. Namun bagi Yesus tidak ada kata terlambat. Keselamatan dan pemulihan bisa datang kapan saja, sumbernya hanyalah satu: adakah iman yang membangkitkan harapan akan kehidupan. Karena itulah yang membuat Yesus menegaskan dan membongkar pemikiran banyak orang, bahwa mukjizat itu nyata; mukjizat dapat terjadi oleh karena iman. Kata " TALETA KUM " yang disebutkan Yesus dalam proses pemulihan anak Yairus menandakan bahwa Allah itu berkuasa atas kehidupan seseorang, maka kata itu mengartikan BANGUN DAN BANGKITLAH. Yesus mengatakan hal itu sebab dilihat-Nya kalau semua orang sudah jatuh pada sikap pesimistis. Dengan kata tersebut, Yesus mau semua orang bangun dari kelemahan dan bangkit kembali penuh harapan.


Mengapa Iman perlu dibina?

Iman menjadi besar bukan tumbuh secara instant, melainkan melalui proses yang panjang yaitu melalui aneka macam pembinaan seperti pendalaman iman, pendalaman kitab suci, pertemuan-pertemuan rohani di lingkungan dan wilayah dan melalui berbagai macam latihan rohani seperti doa, amal, aneka keutamaan dan penerimaan sakramen. Dari semua ini diri kita mendapatkan kekayaan yang menutupi segala kekurangan dan kelemahan yang ada dalam diri kita (Bdk 2 Korintus 8:7.9.13-15). Berkat pertumbuhan iman yang terjadi pada diri kita, akan makin membuat kita lebih dekat kepada Tuhan dan percaya bahwa pertolongan-Nya akan datang kepada diri kita setiap saat dan tepat pada waktunya (Bdk Markus 3:21-43).



Thursday, June 18, 2015

TUHAN BESERTA KITA (IMMANUEL)

Penulis: P. Dedy. S
Sumber:  Markus 4:35-41

Hidup kita ini seperti lautan; kadang bergelombang, terkadang tenang, dan terkadang terkesan menyenangkan. Ketika badai sudah menerjang, berbagai ketakutan dan kecemasan selalu melanda diri kita, seolah lupa akan Tuhan dan segala pertolongan-Nya. Kita cenderung kembali tersadar bahwa Tuhan selalu beserta kita, ketika diri kita kehilangan daya kekuatan untuk menghadapi segala badai topan dan gelombang yang menimpah atas diri kita.

Setiap kali mengikuti perayaan Ekaristi atau pertemuan lingkungan atau wilayah, kita selalu mendengar dan menerima ungkapan TUHAN BESERTA KITA; Kita pun menjawab SEKARANG DAN SELAMA-LAMANYA. Ungkapan itu bukanlah sekedar ungkapan yang diucapkan, melainkan sebagai bukti nyata bahwa Tuhan itu senantiasa menyertai kita dan bersama kita selamanya. Dengan berani menanggapi sambil mengatakan “ Sekarang dan Selama-lamanya” berarti kita sudah mengimani dari apa yang kita katakan, dan percaya di dalam iman kalau Tuhan itu SANG IMMANUEL artinya TUHAN SELALU BESERTA KITA.

Kalau kita yang sudah mengimani bahwa Allah itu SANG IMMANUEL, mengapa dalam diri kita masih terdapat benih-benih ketakutan, kekecewaan, keraguan, kebimbangan, kepanikan dan keputusasaan. Apakah cukup dengan alasan karena semuanya itu masih manusiawi? Tidak jarang semuanya itu bahkan kerap kali menjatuhkan kita ke dalam pesimisme, seolah-olah tidak ada lagi kesempatan bagi kita untuk berbenah diri yang membawa diri kita ke dalam peningkatan kualitas hidup. Akhirnya membuat diri kita seperti kapal yang karam karena hancur diterjang gelombang dan amukan badai. Itu tandanya kalau iman kita akan penyertaan Tuhan dalam diri masih lemah. Keyakinan dan keimanan itu masih mandul, mati sebelum tumbuh menjadi kecambah. Lalu dimanakah bukti iman kita itu yang dengan berani mengatakan “Immanuel”? Hanyakah di bibir saja; yang hanya keluar sebagai ungkapan dan ucapan. Sebagai orang yang beriman, semua ini perlu kita bongkar, kita benahi dan kita bangun kembali sekokoh mungkin.

Kita boleh dan patut takut dan kuatir kalau memang kita bersalah dan berdosa. Namun bukan berarti kita berdiam diri atas salah dan dosa itu. Sebab Tuhan telah menghancurkan gelombang pasang itu dan menyelamatkan diri kita dari semuanya itu (Bdk. Ayub 38:1.8-11). Kini kita sudah aman di dalam tangan Tuhan berkat cinta kasih-Nya yang kekal abadi; yang telah mengubah diri kita dari manusia ciptaan lama ke dalam diri manusia ciptaan baru berkat jasa darah Yesus Kristus (Bdk 2 Korintus 5:14-17). Karena itu sudah seharusnya kita tinggalkan segala ketakutan, kekuatiran, kecemasan, keputusasaan, kebimbangan dan segala aneka jerat yang melemahkan iman kita. Kalau memang kita berjalan dalam kebenaran, untuk apa harus takut? Takut tandanya kita bersalah. Selama kita hidup dan tinggal di jalan kebenaran, buang segala ketakutan, lalu kenakanlah perisai dan mantol keberanian dan kebijaksanaan. Kibarkanlah bendera dan panji iman. Angkat tinggi-tinggi Firman Allah, lalu percayalah di dalam iman bahwa Tuhan pun akan mempersiapkan tongkat dan gada-Nya untuk menjaga dan melindungi dari berbagai hal yang dapat membawa kita ke dalam kehancuran yang sia-sia.

Pemimpin ibadat di lingkungan dan wilayah atau imam dalam perayaan Ekaristi selalu mengatakan TUHAN BESERTA KITA dan kita menanggapinya dengan mengatakan SEKARANG DAN SELAMA-LAMANYA, hal itu sesungguhnya mau mengingatkan kembali bahwa segala pertolongan itu hanya berasal dari Tuhan. Sebab sesungguhnya Tuhan tidak pernah meninggalkan kita walau hanya selangkah saja. Hanya di dalam Tuhan ada pertolongan dan keselamatan. Sebaliknya di luar Tuhan tidak ada pertolongan dan keselamatan. Maka, sebagai orang beriman, tidaklah pantas apabila selalu dilanda ketakutan dan kekuatiran dalam menjalani hidup ini. Sebab Tuhan itu diam di dalam diri kita. Dia tahu kapan saatnya kita membutuhkan pertolongan-Nya (Bdk. Markus 4:35-41).

Kalau kita sudah diselamatkan dan tinggal di dalam cinta kasih Tuhan, masih pantaskah kita ragu-ragu kepada-Nya dan segenap pertolongan-Nya? Bukankah kita harus senantiasa bersyukur karena Tuhan selalu menyertai kita. Namun yang perlu kita ingat, pertolongan dan penyertaan Tuhan itu kerap kali datang melalui sesama yang ada di sekitar kita. Maka, dari diri kita sendiri dituntut kepekaan dan kepedulian antara sesama.


Monday, June 15, 2015

ADAKAH HATI-KU DALAM HATIMU

Penulis           : P. Dedy. S
Penerbit         : Wilayah VI " Santa Helena " Paroki Hati Kudus Yesus - Surabaya
Paper Layout : F4 / Folio (2 pages per sheet) landscape

Kesadaran terhadap keimanan akan Yesus kerap kali menjadi problem di kalangan anak-anak dan orang muda. Mereka membutuhkan figur atau sosok yang dapat menginspirasi diri mereka.
Sosok Yesus kerap kali susah untuk mereka alami, sebab imannya kurang mendasar. 
Atas keprihatinan inilah yang mendorong diterbitkannya buku panduan untuk mengembalikan nilai-nilai keimanan itu. Melalui buku ini diharapkan Yesus menjadi Guru mereka.
Yesus disebut Guru, sebab Dia telah mengajarkan segala kebaikan dan kebenaran dalam diri setiap orang. Hal tersebut bukan hanya dikatakan, melainkan ditunjukkan lewat bukti nyata. Dia sendiri telah menjadi bukti dari perkataan dan ajaran-Nya; Dia telah berkorban bagi dunia. Semangat pengorbanan dan keutamaan yang dimiliki-Nya, diwariskan dan diteladankan kepada kita untuk kita lanjutkan.

Download di sini (versi pdf)




Tuesday, June 9, 2015

KERAJAAN ALLAH (THE KINGDOM OF GOD)

Penulis: P. Dedy. S
Sumber: Markus 4:26-34


Definisi dari Kerajaan Allah

Ketika mendengar kata “KERAJAAN ALLAH “ atau THE KINGDOM OF GOD, banyak orang membayangkannya seolah ada gedung yang tinggi dan megah, dipenuhi dengan bala tentara, dipenuhi dengan aneka gemerlap, dan terdapat sebuah tahta dengan seorang raja sedang duduk di atasnya. Sesungguhnya, Kerajaan Allah bukanlah dalam pengertian dan pemahaman semacam itu.

Dalam Doa Bapa Kami, istilah Kerajaan Allah sudah terdapat di dalamnya dan telah menjadi salah satu dari permohonan bagi kepentingan Allah. Dalam Doa Bapa Kami tersebut terdapat 7 permohonan yang terbagi menjadi: 3 permohonan bagi kepentingan Allah dan 4 permohonan bagi kepentingan kita manusia. Sebagai Orang Katolik, entah sadar atau tidak, setiap kali kita berdoa Bapa Kami, selalu menyampaikan permohonan kepada Allah agar Kerajaan-Nya datang di atas muka bumi seperti di dalam surga. Melalui permohonan ini, kita sangat mendambakan dan merindukan suasana surga di bumi yaitu: suatu keadaan yang dipenuhi rasa kedamaian, kebahagiaan, dan persaudaraan. Ketika kita memohonkan kedatangan Kerajaan Allah yang dipenuhi dengan suasana seperti itu, sesungguhnya Kerajaan Allah itu sudah hadir di antara kita; ada yang hadir dalam bentuk tertulis dan ada yang hadir, namun tidak tertulis.

Kerajaan Allah itu bukanlah sebuah gedung tinggi dan megah, seperti yang digambarkan oleh sekian banyak orang, melainkan sesungguhnya berarti: ALLAH YANG MERAJAI DIRI KITA. Kata “Merajai” berarti terdapat unsur peran yang turut serta dalam memberikan pengaruh di dalam diri kita. Dengan arti ALLAH MERAJAI dimaksudkan bahwa kita membiarkan Allah berperan penting dalam keseluruhan hidup dan diri kita. Dengan demikian kita sudah bukan lagi berkuasa atas diri kita, melainkan seluruh aspek diri kita diserahkan kepada Allah, sehingga Allah dengan bebas melaksanakan segala kehendak-Nya. 


Cara Allah Merajai Diri Kita

Banyak cara dipakai oleh Allah dalam proses menghadirkan diri-Nya kepada manusia. Salah satu proses itu melalui pewartaan sabda-Nya. Sabda yang nyata dan hidup terjadi dalam wujud Yesus. Melalui Yesus inilah, Allah hadir untuk menyampaikan segala pesan dan rencana keselamatan bagi manusia lewat pewartaan sabda-Nya.

Di jaman para nabi, Allah langsung hadir dan menyatakan diri-Nya. Namun di masa sekarang, cara Allah merajai atau menghadirkan diri dan masuk ke dalam diri kita yaitu melalui bacaan Kitab Suci yang selalu kita baca dan dengarkan; Ini disebut SABDA YANG TERTULISKAN. Di dalam Kitab Suci, kita banyak menerima segala informasi bagaimana Allah hadir, berperan dan menyelamatkan kita manusia. Proses karya ini dapat terjadi karena Allah sangat mengasihi diri kita. Sebab seperti semula dalam karya penciptaan, kita manusia diciptakan agar ada yang menjadi perpanjangan tangan Allah untuk menjaga dan merawat seluruh kehidupan yang ada di muka bumi ini. Sebagai Orang Katolik dituntut untuk selalu membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakan di dalam hidup keseharian. Karena lewat cara tersebut, Allah dapat dengan mudah meresap ke dalam segenap hati dan akal budi.

Sedangkan SABDA YANG TIDAK TERTULISKAN adalah SELURUH RANGKAIAN PENGALAMAN HIDUP SETIAP HARI BERSAMA DENGAN ALLAH. Rentetan pengalaman itu diwarnai aneka ragam bentuk. Ada pengalaman yang menarik dan ada pula pengalaman yang menyakitkan. Namun kecenderungan yang dimiliki oleh manusia, selalu ingin menerima pengalaman yang menarik saja, lalu menolak pengalaman yang menyakitkan. Padahal kedua pengalaman itu diberikan oleh Allah, agar setiap manusia mau belajar untuk mengalami Allah dan segenap cinta kasih-Nya. Kalau dalam diri kita ada kemauan untuk belajar  menemukan sabda yang tidak tertulis, maka lambat laun iman kita akan dipertajam. Sebab untuk dapat menemukan sabda yang tidak tertulis itu tidaklah semudah ketika kita menemukan sabda yang tertuliskan. Hanya pribadi yang mampu melihat semuanya itu dengan kaca mata iman, akan menemukan bahwa sesungguhnya Allah ikut campur tangan dan sekaligus cara Allah menyapa kita, bukan lagi dipandang sebagai sesuatu yang terjadi secara kebetulan.


Belajar Proses Allah Merajai dari Kehidupan Alam

Sama seperti pohon, tidak akan langsung menjadi pohon begitu saja, melainkan melalui sebuah proses yang panjang. Mula-mula dari biji yang disebarkan lalu dijaga agar dapat tumbuh. Selanjutnya tunas mudah itu  terus dibina, dirawat, dipupuk, disirami, dibersihkan dari segala hal yang menghalangi proses pertumbuhannya, maka lambat laun akan menjadi pohon yang besar dan rindang sampai akhirnya berbuah masak dan menghasilkan biji yang akan menjadi cikal bakal pohon yang baru.

Begitu juga dengan Kerajaan Allah yang ditanamkan dalam diri kita, perlu mendapatkan perhatian khusus yaitu dengan cara: rutin melakukan pengolahan hidup rohani, rajin melakukan permenungan, melatih daya refleksi dan melaksanakan sabda Allah itu sendiri (Bdk. Yehezkiel 17:22-24). Kalau di dalam diri kita terdapat kemauan keras dan sungguh-sungguh mau menekuninya, maka semua ini membutuhkan proses yang panjang; itulah yang disebut PEZIARAHAN HIDUP BATIN atau ON GOING FORMATION yang harus terus menerus dilakukan melalui tahap demi tahap. Pembentukan ini perlu dilakukan di dalam dan di luar diri, agar keimanan kita makin kuat dan relasi diri kita dengan Allah semakin dekat (Bdk. 2 Korintus 5:6-10). 

Banyak aneka latihan rohani yang dapat dilakukan untuk menjaga agar Kerajaan Allah itu tetap lestari di dalam diri kita, maka ada 2 hal yang perlu mendapatkan perhatian:

Pertama, pewartaan Yesus melalui sabda-Nya haruslah tetap dijaga di dalam hati agar membawa kita ke dalam pertobatan sampai akhir jaman. 

Kedua, belajar melihat setiap perkara sekalipun kecil sebagai campur tangan Allah yang berusaha membawa penyelamatan atas diri kita (Bdk. Markus 4:26-34). Dengan mampu menghadapi perkara kecil, kita akan dimampukan dalam perkara yang lebih besar.


Saturday, June 6, 2015

AKU TELAH MEMBERI, TUGASMU BERBAGILAH

Penulis                : P. Dedy. S
Jumlah Halaman: 8 halaman
Format                : 2 pages per sheet/F4/Folio

Latar Belakang

Iman itu perlu dikembangkan dan mendapatkan tempat, khususnya bagi anak-anak, remaja, orang muda maupun dewasa. Atas kebutuhan itu maka diterbitkanlah buku panduan pertemuan ini, supaya membantu mereka yang membutuhkannya terlebih saat ini ketika merayakan TUBUH DAN DARAH.
 
Dalam buku ini disajikan metode dan uraian sebagai tambahan pengetahuan.
Yesus menggunakan ROTI dan ANGGUR untuk melambangkan diri-Nya, sebab roti dan anggur itu makanan dan minuman yang mudah diserap oleh tubuh. Maka Yesuspun berharap agar diri-Nya dapat pula diterima dan masuk ke dalam hati dan hidup setiap orang. Dengan menerima tubuh dan darah Yesus, akan membuat diri kita menjadi suci dan terbebas dari perbuatan yang sia-sia seperti dosa dan kejahatan kecil-kecil lainnya.

 Download di sini:




Tuesday, June 2, 2015

HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS

Penulis : P. Dedy. S

Istilah Perayaan Tubuh dan Darah bagi Orang Katolik bukanlah hal baru. Rata-rata setiap Orang Katolik sudah mengetahui bahkan langsung mengalaminya setiap kali datang ke gereja dan mengikuti perjamuan Ekaristi. Namun tingkat kesadaran umat untuk datang ke gereja ini yang ternyata belum dimiliki. Banyak yang datang ke gereja hanya sebagai pemenuhan kewajiban yaitu pelaksanaan dari Lima Perintah Gereja, bukan sebagai bentuk kesadaran bersama sebagai umat yang hidup di dalam persekutuan. 


Makna Ekaristi

Sesungguhnya EKARISTI adalah PERSATUAN DIRI KITA DENGAN KRISTUS DAN GEREJA-NYA. Kesatuan ini dilakukan dengan saling menerima TUBUH DAN DARAH KRISTUS dalam rupa ROTI DAN ANGGUR. Tradisi ini sudah terjadi secara turun temurun dan menjadi warisan dari Yesus sendiri, agar peristiwa ini digunakan sebagai kenangan akan Dia. Sebenarnya kalau kembali ke sejarah keselamatan, tradisi ini bukanlah murni dari Yesus, melainkan warisan dari Bangsa Israel sebelum keluar dari Tanah Mesir, yaitu pada saat menjelang peristiwa diturunkannya tulah kesepuluh yakni setiap anak sulung mati baik hewan maupun manusia. Karena pada saat itu Musa sebagai penyambung lidah Allah menyampaikan pesan kepada Bangsa Israel agar mengadakan perayaan Paskah untuk menyelamatkan mereka dari maut. Tradisi ini akhirnya diangkat oleh Yesus dan diwariskan kepada para pengikut-Nya, karena Yesus sendiri tampil sebagai MUSA BARU yang juga membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia. Dengan demikian, siapapun yang merayakan peristiwa agung ini dan menerima TUBUH DAN DARAH-NYA, sudah turut ambil bagian dalam karya keselamatan. Sebab diri si penerima sudah meleburkan dan menyatukan dirinya bersama dengan kurban Yesus, sehingga di dalam dirinya bukan lagi dirinya sendiri, melainkan sudah menjadi milik Yesus. Karena itu setiap umat menerima segala konsekuensinya.

Sebagai konsekuensi dari hidup di dalam persekutuan, kita pun diharapkan rela berbagi hidup satu sama lain. Sama seperti Yesus yang membagi-bagikan diri-Nya kepada orang lain dan kita, maka kita diharapkan pula berbagi dengan yang lain. Karena setiap orang yang mau dan rela hidup berbagi, di dalam dirinya tidak akan mengalami lagi kekurangan, melainkan terjadilah kepenuhan dalam diri orang tersebut. Kesatuan ini akan lebih nampak saat KOMUNI, sebab di sini setiap Orang Katolik menerima KEKUATAN dan KESUCIAN dari satu sumber yang sama. Inilah yang disebut COMMUNIO yang artinya SAYA MENYATUKAN DIRI DI DALAM TUHAN DAN PERSEKUTUAN.


Belajar dari Sejarah Keselamatan

Perayaan Tubuh dan Darah ini bukan saja bersumber dari peristiwa Paskah yang pertama kali, tetapi juga bersumber dari peristiwa 40 hari Bangsa Israel berada di padang gurun. Pada saat itu mereka sangat kelaparan, sehingga mereka protes kepada Musa, sebab dalam pandangan mereka, seolah-olah Allah melupakannya dan membiarkan diri mereka tertindas dan terlunta-lunta selama di padang gurun.  Padahal Allah tidak pernah melupakan mereka, melainkan ingin menguji sampai dimana batas kesetiaan dan kesabaran mereka. Bukti kepedulian Allah ini terkuak saat Allah menurunkan MANNA di padang gurun pada waktu pagi hari, dan mengirimkan burung puyuh sebagai makanan tambahan untuk mereka di malam hari. Hal ini terus dilakukan Allah selama Bangsa Israel masih berada di padang gurun (Keluaran 16:1-27).

MANNA inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal HOSTI. MANNA sendiri berarti ROTI DARI SURGA, karena Allah memberikannya dengan cara menurunkan roti tersebut dari surga atau langit yang berbentuk bulatan putih dan bertaburan dimana-mana. Perubahan nama dari MANNA ke HOSTI terjadi setelah Gereja mengalami perkembangan dengan mengubah wujud MANNA menjadi bundaran-bundaran kecil yang terbuat dari biji gandum tanpa ragi. Maka timbullah arti semula dari HOSTI yaitu ROTI TAK BERAGI, kemudian dimaknai secara mendalam dengan arti ROTI KUDUS, untuk mengungkapkan diri Yesus yang kudus dan membawa setiap orang yang menyantap-Nya kepada kekudusan hidup. Pengubahan ini sendiri dilihat dari segi praktis yaitu supaya dengan mudah dibagi-bagikan dan diterima oleh umat.
Kalau penggambaran TUBUH berasal dari pemaknaan baru dari MANNA, maka ungkapan daging burung puyuh memberikan pemaknaan tentang DARAH. Namun sebenarnya, walaupun tidak berdasarkan pada memberian burung puyuh kepada Bangsa Israel saat itu, TUBUH DAN DARAH tidaklah dapat dipisahkan, keduanya satu bagian yang utuh. Karena itu pada perayaan Ekaristi haruslah menggunakan kedua hal tersebut yakni ROTI dan ANGGUR menjadi TUBUH dan DARAH.


Peristiwa Konsekrasi

Perubahan roti dan anggur menjadi TUBUH DAN DARAH KRISTUS hanya terjadi di dalam EKARISTI yang disebut KONSEKRASI. Perubahan ini hanya boleh dilakukan oleh para kaum tertahbis, karena mereka ini telah menyediakan dirinya sebagai ALTAR KRISTUS artinya pengganti Kristus yang bertugas menyatukan umat dan segenap persembahannya bersama dengan persembahan dirinya sendiri bagi Allah dan segenap umat yang dipercayakan Allah kepadanya. Peristiwa ini terjadi saat DOA SYUKUR AGUNG, sebuah peristiwa kenangan akan PERJAMUAN TERAKHIR antara Yesus dan para murid yang digunakan sebagai tanda penggenapan akan PERJANJIAN antara Tuhan dan diri kita (Bdk. Keluaran 24:3-8) yang diperbaharui oleh Yesus sebagai awal karya keselamatan, dan kitalah yang melanjutkan tugas itu (Bdk. Markus 14:12-16.22-26).

Sebelum melalui KONSEKRASI, roti dan anggur tidak mengalami perubahan apapun, sehingga sama seperti “roti dan anggur biasa” yang berefek kepada “kebutuhan fisik”. Karena itu sebelum roti dan anggur ini diberkati dan dikonsekrasi, siapapun boleh menikmatinya dan tidak terkena sanksi dosa. Namun, ketika keduanya dihantar ke dalam peristiwa konsekrasi, maka keduanya telah berubah menjadi TUBUH DAN DARAH KRISTUS yang akan diterimakan kepada seluruh umat saat KOMUNI sebagai tanda KEHADIRAN KRISTUS di dalam diri dan hidup kita. Ini memberikan efek yaitu “kebutuhan rohani”. Dengan menyambut TUBUH DAN DARAH KRISTUS, kita bukan hanya disatukan dan dikuatkan, melainkan juga disucikan kembali dari segala dosa dan perbuatan yang sia-sia, sehingga kita menjadi siap dalam menjalani hidup dalam sepekan yang akan dilalui. Karena itu setiap umat wajib hadir penuh kesadaran dari awal perayaan Ekaristi sampai berkat perutusan. Roti dan anggur yang telah dikonsekrasi menjadi TUBUH DAN DARAH KRISTUS sudah bukan lagi roti dan anggur, melainkan sudah sungguh-sungguh berubah menjadi TUBUH DAN DARAH KRISTUS, maka tidak seorangpun diperkenankan memperlakukannya dengan kemauan sendiri, sebab keduanya menjadi benda suci. Karena itu siapapun yang memperlakukan keduanya secara hina dikenakan sanksi dosa yang disebut DOSA SAKRILEGI yaitu dosa penghinaan terhadap benda suci atau yang disucikan.

Perjamuan Ekaristi yang kita lakukan bersama di dalam gereja, baru menjadi awal dari Ekaristi. Karena itu seharusnya seorang imam di akhir perayaan terutama berkat dan perutusan bukan mengatakan “ Perayaan telah selesai, marilah pergi, kita diutus “, melainkan “ Perayaan baru dimulai, marilah pergi kita semua diutus...” Mengapa demikian? Karena Ekaristi yang diselenggarakan dan dihadiri umat Allah, bukanlah mengakhiri pekan, melainkan mengawali segala-galanya. Dari Ekaristi inilah puncak seluruh aktivitas diri kita dan sekaligus saat yang tepat bagi seluruh umat saling menimba kekuatan kembali dari Allah dan kesatuan di dalam Gereja yang hidup dalam persekutuan. Ekaristi yang sesungguhnya akan terjadi ketika kita melaksanakannya di dalam hidup sehari-hari dengan cara menghadirkan Yesus yang tinggal di dalam diri kita kepada semua orang yang kita jumpai, sehingga siapapun yang melihat diri kita melihat Allah sendiri. Dengan demikian, diri kita menjadi sarana penyucian untuk diri sesama (Bdk. Ibrani 9:11-15).


Monday, June 1, 2015

BEJANA TANAH LIAT KINI RETAK

Penulis: P. Dedy. S
Sumber: Markus 12:1-12


Sekilas tentang bejana

Bejana merupakan salah satu benda yang ada di sekitar diri kita. Benda ini terbuat dari tanah liat. Dalam pembuatannya, setiap pengrajin telah merencanakan kualitas benda yang dibuatnya itu. Namun  realitanya, sekuat apapun bejana yang dibuat di tangan seorang pengrajin yang hebat, suatu saat akan mengalami keretakan dan pecah bahkan mengalami kehancuran berkeping-keping. Kalau sudah demikian tidak ada usaha lain, selain menambalnya kembali. Itupun kalau mampu menambal, memoles dan memulihkan keadaan. Namun, apakah setelah mengalami proses penambalan, bejana tadi sungguh-sungguh dapat mengalami pemulihan dari cacat fisik yang dimilikinya? Sepintas lalu mungkin benar, namun sejatinya tidaklah demikian. Walaupun bejana itu ditambal, dipoles dan dicat kembali, namun bejana itu tidak akan dapat memungkiri akan keadaan dirinya yang sebenarnya yaitu retak. Betapa angkuh dan munafiknya sebuah bejana, apabila dirinya bermegah atas kepalsuan yang dimilikinya, padahal sesungguhnya dirinya sendiri mengalami keretakan bahkan pecah. Kemegahan yang dimiliki akan menjadi sia-sia setelah orang mulai melihat kejangggalan yang ada di dalam dirinya. Apakah bejana tersebut tidak makin malu ternyata ditemukan adanya kemunafikan dan ketamakan di dalam dirinya, mengakui diri utuh namun sesungguhnya dirinya telah retak bahkan pecah.


Bejana hanyalah simbolis refleksif

Bejana yang digunakan dalam hal ini hanyalah bentuk simbolis dari diri kita sendiri. Diri kita ini hasil karya ciptaan Tuhan. Tuhan telah membentuk kita dari sejak awal sesuai dengan kehendak Tuhan sendiri. Mulai dari karakter, keindahan dan segala macam keunikan. Walaupun telah menciptakan diri kita dengan segala kesempurnaannya, namun karena adanya karakter yang diciptakan di dalam diri kita, inilah yang membuat diri kita ini memiliki daya seni, daya saing dan kualitas yang berbeda satu sama lain. 

Walaupun Allah yang menciptakan diri kita, bukan berarti diri kita maha kuat. Kita masih dapat mengalami keretakan diri akibat pergaulan di lingkungan dengan segala faktor situasi dan kondisi. Memang sejak awal kita diberikan akal budi dan kehendak bebas yang begitu murni, namun sampai seberapa kemurnian dan kekokohan itu mampu terjaga. Pelan-pelan lingkungan pergaulan telah turut membentuk kepribadian diri kita. Orang yang tinggal dalam lingkungan yang amburadul memang belum tentu kepribadiannya ikut amburadul. Mungkin saja berkat tinggal di lingkungan tersebut seseorang dapat belajar hidup lebih baik dan mulia. Begitu juga sebaliknya, orang yang tinggal dalam lingkungan yang baik, belum tentu menjamin bahwa kepribadiannya turut menjadi baik. Bisa juga mereka tiba-tiba berubah 180 derajat menjadi amburadul. Inilah yang dimaksud dengan keretakan-keretakan itu.

Berbagai cara akan kita coba untuk menutupi segala kekurangan itu dengan berbagai hal yang baik, namun apakah dengan menutupinya sudah melepaskan kekurangan itu? Kalau kita berani jujur, kekurangan dan kelemahan itu akan tetap nampak walaupun sudah banyak usaha untuk menutupinya. Namun realitanya, banyak orang tidak berani mengakui dengan jujur segala kekurangan yang terdapat di dalam dirinya. Kemunafikan dan ketamakan selalu mendahului dan berusaha menutupi segala kekurangan yang dimiliki.

Apakah selama orang yang munafik dan tamak itu mampu bertahan di dalam kemunafikan dan ketamakannya? Sepandai-pandainya tupai meloncat, suatu saat akan jatuh juga. Kota atau rumah atau dusun yang berlokasi di suatu tempat tersembunyi, apakah selamanya mampu menyembunyikan diri? Ini berarti tidak seorangpun yang mampu menyembunyikan segala sesuatu dari orang lain. Bangkai saja masih dapat tercium walaupun bersembunyi dimanapun. Mungkin secara aroma tidak tercium, sehingga seolah-olah tidak ada bangkai di sekitar lingkungan diri kita, namun sebuah bangkai mampukah bersembunyi dari seekor lalat? Lalat adalah binatang yang dapat digunakan sebagai pendeteksi adanya bangkai. Dimana banyak lalat berkerumun, pasti di situ ada bangkai. Demikianpun sepandai-pandainya diri kita menyembunyikan sesuatu, suatu saat akan diketahui juga. Manakah yang lebih memalukan, membuka diri atau menutupi segala sesuatu dengan bersikap munafik dan tamak? Kalau diri kita berani tampil tanpa sebuah kemunafikan dan ketamakan, maka kita tidak akan mengalami kehilangan harga diri sedikitpun. Sebaliknya semakin kita bersikap munafik di depan umum, sekali saja kemunafikan dan ketamakan itu terbongkar, harga diri kita akan terjatuh tersungkur. Otomatis, rasa malu yang kita miliki bukan lagi kecil, justru semakin besar dan makin menyudutkan diri kita sendiri. Kalau sudah demikian, sehatkah kepribadian diri yang seperti itu? Sehatnya kepribadian diri kita, kembali ke dalam diri kita sendiri bagaimana cara kita harus tampil di depan umum dengan menampilkan diri kita secara apa adanya.