Saturday, October 31, 2015

PERINGATAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN - 2 NOVEMBER (Tinjauan Histori Biblis)

Penulis : P. Dedy.S

Peringatan untuk semua arwah orang beriman selalu sehari setelah Hari Raya Semua Orang Kudus. Yang dimaksud semua orang beriman adalah semua saudara saudari kita yang telah meninggal dengan harapan agar merekapun dapat mengalami kesatuan dan persekutuan dengan para kudus di surga. Untuk mencapai ke sana kita semua memohonkan INDULGENSI kepada Allah bagi saudara saudari kita. INDULGENSI adalah pengampunan dan penghapusan atas sisa siksa dosa yang telah dilakukan.

Kebiasaan ini telah ada sejak masa awal lahirnya agama Kristen. Ini terbukti dari berbagai tulisan yang terdapat di dalam KATAKOMBE. Tulisan-tulisan itu berupa doa. KATAKOMBE adalah sebuah makam yang terdapat di dalam ruang bawah tanah. Praktek doa ini tercatat dalam 2 Makabe 12:41-42 dan 2 Timotius 1:18. Para Bapa Gereja yaitu Tertullian dan St. Cyprianus juga mengajarkan praktek doa ini yaitu doa bagi jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal.

Adanya praktek ini menunjukkan bahwa Gereja percaya adanya Api Penyucian; hal ini dengan sangat jelas diajarkan secara implisit dalam Perjanjian Baru dengan menyebut pada ungkapan masa pemurnian setelah kematian. Dalam Matius 12:32 Yesus mengajarkan secara tidak langsung bahwa ada dosa-dosa yang dapat diampuni setelah seseorang mengalami kematian atau setelah kehidupan dunia ini. Ini menunjukkan adanya tempat atau keadaan yang bukan surga dan bukan pula neraka. Karena di surga tidak ada dosa, sedangkan di neraka tidak ada pengampunan. Dalam 1 Korintus 3:15 Rasul Paulus mengatakan bahwa kita diselamatkan, “tetapi seolah melalui api”. St. Agustinus juga merumuskan dalam ajarannya akan adanya permurnian jiwa setelah kematian (Enchiridion of Faith, Hope and Love and City of God). Perayaan hari arwah pada 2 November menjadi peringatan universal berkat pengaruh rahib Odilo dari Cluny tahun 998.

Kalau ditinjau secara teologi biblis, peringatan ini berkaitan dengan makna eskatologis yaitu persiapan akan kedatangan Kristus yang disebut Adven yaitu suatu masa penantian sebelum Natal yang membawa setiap orang menjadi manusia baru, sehingga kita diajak untuk terlebih dahulu merenungkan kehidupan sementara. Karena itu bacaan liturgi mengarah kepada akhir jaman, yaitu saatnya kita digabungkan bersama bilangan para kudus dalam kehidupan kekal di surga. 


Friday, October 30, 2015

HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS - 1 NOVEMBER (Sebuah Histori)


Penulis : P. Dedy.S

Hari Raya Semua Orang Kudus ini digunakan untuk mengenangkan kembali hidup dan perjuangan para kudus, yaitu mereka yang telah berjuang mempertahankan imannya akan Yesus Kristus sampai akhirnya meninggal dan menjadi martir.  Penghormatan ini untuk mereka yang sudah diakui secara resmi oleh Gereja (Kanonisasi) sebagai beato atau beata, santo atau santa maupun para kudus lainnya yang belum diakui dan yang juga belum diketahui atau dikenal. 

Untuk menjadi orang kudus atau martir kudus tidak harus menjadi seorang imam atau biarawan biarawati, melainkan bagaimana hidup seseorang terarah kepada Allah dan menjalin persekutuan dengan Yesus di dalam kebenaran untuk membela dan mempertahankan iman serta melawan kejahatan.  Salah satu contoh para kudus yang bukan kalangan imam atau biarawan biarawati adalah Frederic Ozanam, Santa Monika dan lain-lain.

Hari raya ini bermula dirayakan di Gereja Timur untuk menghormati para saksi iman. Di Gereja Barat (Roma), pesta ini bermula pada tahun 609 ketika Paus Bonifasius IV merombak Pantheon menjadi sebuah gereja. Pantheon yaitu nama sebuah tempat ibadat orang kafir dalam menyembah dewa dewi Romawi. Gereja hasil rombakan ini diserahkan kepada Santa Perawan Maria dan Para Rasul pada tahun 610. Santo Yohanes Krisostomus pada tahun 407 menetapkan perayaan ini yaitu pada Minggu pertama setelah Pentakosta.

Perayaan ini jatuh pada tanggal 1 November setelah ditetapkan oleh Paus Gregorius III pada tahun 741 dan pertama kali dirayakan di Jerman. Maka perayaan ini tidak ada kaitannya dengan perayaan day of obligation yang ditetapkan oleh Paus Gregorius IV pada tahun 835.



Thursday, October 29, 2015

KEBAHAGIAAN YANG TIADA AKHIR

Penulis : P. Dedy. S
Sumber : Matius 5:1-12a

Bagi banyak orang, bahagia itu berarti mencapai apa yang diinginkan. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan Yesus. Bagi Yesus, kebahagiaan itu dapat terjadi walau mengalami masalah, dilanda kemiskinan dan kemalangan bahkan penderitaan terlebih disebabkan oleh karena sebuah kebenaran. 

Hari ini 1 November, Gereja merayakan HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS, yaitu orang-orang yang telah meninggal atau menjadi martir karena mempertahankan imannya akan Yesus Kristus. Menjadi orang kudus bukan harus menjadi seorang imam atau biarawan-biarawati, melainkan bagaimana hidup kita terarah dan bersekutu dengan Yesus di dalam kebenaran untuk melawan kejahatan. Hanya mereka yang bersekutu dengan Allah akan memperoleh kemenangan dan berakhir dengan kebahagiaan; dan kebahagiaannya tidak akan pernah berkesudahan (Bdk. Wahyu 7:2-4, 9-14).

Ketika dibaptis, kita mendapatkan rahmat yang salah satunya adalah disatukan dalam himpunan atau keluarga para kudus karena kita menjadi anak-anak Allah. Karena itu kekudusan harus dipertahankan dengan penuh kesetiaan sebagai pengikut-Nya bahkan berusaha menyerupai dengan Dia (Bdk. 1 Yohanes 3:1-3). Inilah cara mencapai kebahagiaan bersama dengan Allah.

Bagi Yesus, kebahagiaan mengandaikan tiga hal yaitu: masa depan, memenuhi persyaratan dan bertumpu pada-Nya. Untuk menuju kebahagiaan di masa depan harus diantisipasi dengan harapan tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Masa depan itu tak terlepas dari masa kini dan masa lampau. Di masa kini setiap orang perlu berjuang (rekasa - bhs Jawa) kalau ingin bahagia. Orang yang demikianlah yang menaruh harapan dan bertumpu kepada Allah. Yesus sendiri telah mewartakan Kerajaan Allah ( = kebahagiaan kekal) di masa lampau untuk menjadi penjamin yang bukan hanya diharapkan melalui doa, melainkan juga diimani di dalam perbuatan  yaitu menjadi manusia yang baik dan bersih hatinya (Bdk. Matius 5:1-12a). 


Thursday, October 22, 2015

MELIHAT DENGAN IMAN

Penulis  : P. Dedy.S
Sumber : Markus 10:46-52

Setiap orang dikaruniai mata untuk melihat, namun kenyataannya tidak semua dapat melihat sekalipun kondisi mata fisiknya baik. Sebab yang dilihat bukan yang seharusnya dilihat. Itulah yang sesungguhnya membuat diri kita mengalami kebutaan dalam penglihatan. Kebutaan yang terjadi bukan saja fisik, melainkan juga rohani yakni tempat kita mengolah iman.

Kebutaan rohani dapat terjadi di dalam diri kita, kalau kita mulai mematikan kemampuan untuk memahami makna di balik sebuah penderitaan atau kesukaran hidup yang kita alami. Akibat kebutaan penglihatan itu bisa menghasilkan sikap pandangan dan hidup yang suram, pesimistis, kecewa bahkan putus asa. Dapat juga menimbulkan suatu pandangan dan sikap yang arogan, merasa serba tahu, merasa selalu benar, bahkan merasa tak pernah salah. Karena itu perlu tuntunan dan pendampingan dari Allah (Bdk. Yeremia 31:7-9).

Kita perlu beralih dari kebutaan ke dalam kemampuan untuk melihat kerahiman Allah dalam diri kita. Karena itu kita memerlukan penyembuhan lewat tobat atas salah dan dosa kita. Allah telah datang dan menjadi serupa dengan diri kita supaya dapat mengalami segala kesulitan dan hambatan yang ada di dalam diri kita. Dengan demikian Allah dapat menyembuhkan dan memulihkan keadaan diri kita. Maka, untuk mensyukurinya kita harus membuat silih atau korban sebagai pepulih atas dosa kita. Karena tobat akan sempurna kalau disertai NIAT, TOBAT dan SILIH DOSA (Bdk. Ibrani 5:1-6).

Kita ini harus bersikap dan belajar seperti Bartimeus, artinya:
pertama, kita harus mempunyai kerinduan untuk mengalami perjumpaan dengan Allah yang sewaktu-waktu datang menghampiri diri kita.

Kedua, kita  harus sadar dan menjadi tahu bahwa kita membutuhkan penyembuhan rohani atau batin. Siapa penyembuhnya kalau bukan Allah sendiri yang hadir dalam diri Yesus.

Ketiga, Kita harus berusaha menemukan dalam diri masing-masing hal-hal yang menghambat serta melumpuhkan iman dalam melihat kehadiran dan wujud Allah termasuk panggilan kita untuk berbuat baik terhadap sesama.

Keempat, kita harus membuktikan sikap tobat dengan mengikuti Yesus dan menjadi murid. Itu berarti berani memikul salib setiap hari dan melayani sesama penuh belaskasih. Agar diri kita pulih dari kebutaan iman dan rohani, marilah kita mengulangi doa Bartimeus: ‘Rabuni, semoga aku dapat melihat!”(Bdk. Markus 10:46-52). 


Wednesday, October 21, 2015

BERKUASA ITU MELAYANI DENGAN KELUBERAN

Penulis  : P. Dedy.S
Sumber : Markus 10:35-45

Sejak penciptaan, Allah telah memberikan tugas kepada manusia; salah satu tugas itu adalah memiliki kekuasaan atas makhluk hidup yang lain. Namun maksud Allah dengan kekuasaan itu bukanlah menguasai seluruh ciptaan termasuk sesamanya manusia. Justru yang dimaksudkan oleh Allah dengan berkuasa yaitu melayani, memelihara, menjaga, melestarikan dan menggunakan semuanya itu dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan. Namun, kenyataannya manusia sering jatuh ingin menguasai manusia lainnya. Berkuasa atau memiliki  kuasa berarti pula  memiliki kemauan dan kesediaan untuk memberikan dan membangun kekuatan dari, bersama dan untuk orang lain. Bukan memanfaatkan bahkan  memeras daya  dan kemampuan hidup orang lain hanya demi kepentingan diri sendiri; justru sebaliknya menambahkan daya hidup bagi orang lain yang berkekurangan,  supaya  orang lain itu dapat mengalami  hidup damai sejahtera. Dengan kata lain, Berkuasa berarti memiliki dan menggunakan kemampuan diri untuk ikut serta memberikan sumber hidup kepada orang lain secara rela, cuma-cuma dan tanpa perhitungan. Itulah yang dinamakan LUBER atau BERKELIMPAHAN.

Untuk menjadi manusia yang mampu melayani dengan segala kelimpahan, dari dalam diri kita sendiri dituntut penyerahan diri secara total kepada Allah dan mengambil peran sebagai hamba. Dengan demikian, kita akan mendapatkan hikmat yang berasal dari Allah untuk membenarkan banyak orang, mampu memaafkan kesalahan orang lain dan memperoleh kekuatan dalam menanggung segala macam penderitaan (Bdk. Yesaya 53:10-11). Untuk mencapai kesemuanya itu hanya ada satu sikap yang diperlukan yaitu kerendahan hati.

Yesus adalah model pelayanan hidup kita. Sebagai Imam Agung berbeda dengan para imam pada umumnya. Ia sama dengan kita yaitu mengalami pencobaan dan tantangan yang luar biasa, namun tidak berdosa. Bahkan rela menanggung  kehinaan  dan penderitaan, serta mati di salib. Semuanya itu hanya bertujuan untuk menyelamatkan kita. Ia memasuki nasib kita, agar bersama Dia, kita dapat diangkat kembali menjadi ahli waris surgawi (Bdk. Ibrani 4:14-16).

Kita mungkin sering mempermasalahkan dan memperebutkan kedudukan yang diwarnai materialistis dan egoistis. Bagi Yesus, berkuasa itu bukanlah memerintah melainkan melayani dengan segala bentuk pengorbanan bukan demi kepentingan pribadi ataupun golongan, melainkan demi kepentingan bersama. Agar tak seorangpun mengalami kekurangan, sebaliknya agar setiap pribadi mengalami kelimpahan atau keluberan (Bdk. Markus 10:35-45).


Thursday, October 8, 2015

JALAN MENUJU HIDUP KEKAL

Penulis  : P. Dedy.S
Sumber : Markus 10:17-30

Di masyarakat kerap kali berpandangan bahwa yang terpenting dan menjamin seseorang untuk hidup adalah pekerjaan, kekayaan dan status. Kekayaan atau harta materiil kerap kali dilihat sebagai puncak kekuatan dan kebanggaan, yang harus dicapai manusia. Memang demikianlah pandangan dan sikap orang duniawi, seolah-olah orang hanya ingin hidup di dunia ini saja, maka sikapnya materialistis.

Tujuan  hidup itu sebenarnya bukan untuk yang hanya bersifat sementara, melainkan yang menuju ke dalam hidup kekal. Untuk mencapai dan memperolehnya, setiap orang perlu perjuangan dalam menekuni hidup rohani dan menggunakan kekayaannya secara bijaksana yang bukan melulu menguntungkan dirinya sendiri, melainkan berguna bagi sesamanya. Karena itu doa dan kebijaksanaan haruslah mendapatkan tempat di dalam diri kita, agar kita mampu memilah-milah antara kebutuhan hidup di dunia dan hidup kekal (Bdk. Kebijaksanaan 7:7-11).

Selain doa dan kebijaksanaan, kita juga memerlukan santapan rohani yaitu Sabda Tuhan. Semakin sering kita duduk dekat kaki Tuhan dan mendengarkan Dia bersabda, secara otomatis diri kita akan dibimbing oleh Sabda itu dan akan diingatkan ketika kita mulai salah jalan. Sebab Sabda Allah itu hidup dan penuh daya. Agar Sabda itu sungguh-sungguh menghidupi diri kita dan senantiasa membawa kita ke dalam persekutuan dengan Allah, maka dari dalam diri kita diharapkan ada keterbukaan hati dan kemauan untuk memiliki Sabda Allah itu di dalam diri dan hati kita (Bdk. Ibrani 4:12-13).

Jalan menuju hidup kekal itu tidaklah cukup hanya melakukan kesepuluh perintah Allah, tanpa mempunyai kemauan untuk bersikap lepas bebas dari hidup keduniawian. Sebab segala yang duniawi tidak menjamin akan membawa kita ke dalam hidup kekal. Yesus mau menyadarkan kita, bahwa kekayaan atau harta yang disediakan dan diberikan oleh Allah, baik dan perlu. Namun bukan untuk kepentingan diri sendiri, melainkan bagi sesama juga. Sebab harta atau kekayaan mempunyai kekuatan untuk menghalangi orang untuk menjadi murid Yesus sejati. Karena itu dituntut kesediaan untuk melepaskan diri seutuhnya dari ikatan milik pribadi. Sebab kekayaan duniawi dapat memusatkan hati kita hanya kepada dunia ini saja. Sedangkan keselamatan adalah anugerah dan rahmat yang berasal dari Allah yang berpusat pada kehendak dan kepentingan Allah. Keselamatan itu merupakan ukuran nilai bukan ukuran harga (Bdk. Markus 10:17-30). 


Thursday, October 1, 2015

CINTA SUAMI ISTRI LAMBANG CINTA KASIH ALLAH

Penulis : P. Dedy. S
Sumber: Markus 10:2-16

Dalam kitab suci banyak diberikan simbol tentang hubungan ikatan kesatuan antara Allah dan kita manusia. Salah satu simbol yang menunjukkan relasi kesatuan itu adalah kesatuan kasih antara suami dan istrinya. Hanya kasih yang dapat menyatukan hubungan kita dengan Allah; sama seperti yang dicurahkan dan diungkapkan oleh suami dan istri. Tentu saja tiada bentuk kasih yang sangat besar selain pengorbanan. Karena itu untuk mencapai kesatuan itu dari diri kita sendiri harus berani meninggalkan segalanya, seperti halnya suami dan istri harus berani meninggalkan orangtuanya, keegoannya dan segalanya untuk bersatu menjadi satu daging dan hidup tak terpisahkan atau terceraikan. Bagaimana dengan kasih yang ada di dalam diri kita? Masih adakah kasih itu?

Karena kepedulian Allah, maka Ia menunjukkan kasih-Nya kepada kita, sehingga setiap orang tidak dibiarkannya hidup seorang diri. Allah memberikan seorang penolong bagi diri kita masing-masing, supaya dengan mengalami pertolongan yang datang dari sesama, kita dapat mengalami perjumpaan dengan Allah dan mengalami kasih-Nya. Sama seperti Adam manusia pertama yang tidak dibiarkan oleh Allah sendirian, melainkan diberikan seorang teman dan sekaligus partner yang sepadan, sederajat dan semartabat. Agar keduanya dapat saling kerja sama. Karena itu lelaki dan perempuan pada dasarnya adalah sederajat, karena keduanya saling melengkapi dan saling mengungkapkan cinta kasih Allah. Maka kunci kasih yang harus diungkapkan adalah saling bertanggungjawab (Bdk. Kejadian 2:18-24).

Penjelmaan Allah dalam diri Yesus sebenarnya mau menjadi perantara relasi antara kita dengan Allah dan relasi kita dengan sesama, karena Allah yang ada dalam diri Yesus melihat kerenggangan hubungan itu yang terlahir oleh karena ego yang kita bangun bukan kasih. Karena alasan itulah Yesus memilih tidak menikah dan tidak berkeluarga supaya Ia tidak membatasi kasih secara khusus kepada hanya satu orang saja. Kasih-Nya mutlak kepada semua orang yang mau dikasihi-Nya (Bdk. Ibrani 2:9-11). Kasih Kristus yang penuh dan utuh kepada umat-Nya itulah yang harus menjadi lambang persatuan perkawinan umat kristiani sejati.

Sebuah perkawinan janganlah dilihat keindahannya dari pesta atau segala kenikmatannya, melainkan yang utama adalah kesungguhan dan kesetiaan dalam diri kedua mempelai di hadapan Tuhan untuk saling mengasihi dan bertanggungjawab. Karena itu janji setia perkawinan di hadapan Allah harus mencerminkan dan mempersatukan kasih antar keduanya untuk selamanya dalam suka maupun duka. Karena itu ditegaskan “Apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”. Karena itu sebelum memutuskan perkawinan, haruslah lebih dahulu mampu saling mengenal kelebihan dan kekurangannya lalu berusaha saling meneguhkan secara tulus ikhlas dan penuh kasih setia seperti halnya Allah yang selalu mengenal diri kita dan senantiasa meneguhkan hati kita (Bdk. Markus 10:2-16).